Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Program Makan Bergizi Gratis, Niat Baik yang Masih Sulit Jadi Kenyataan

3 Mei 2025   09:18 Diperbarui: 5 Mei 2025   10:39 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi program MBG. Program MBG di SMP Negeri 35 Bandung dihentikan sementara waktu setelah ratusan siswa keracunan setelah menyantap makanan yang disajikan. (Foto: KOMPAS.com/Labib Zamani)

Brazil bahkan lebih maju—makan gratis mereka terintegrasi dengan pendidikan gizi, keterlibatan petani lokal, dan sistem pengawasan lintas sektor. Bahkan FAO menjadikannya model global.

Tapi semua itu tidak dibangun dalam semalam. Mereka mulai dari kecil, bertahap, dan mengakar kuat di komunitas. Yang jadi pertanyaan: apakah kita juga siap dengan fondasi yang sama? Atau kita hanya sedang latah menyalin, demi headline yang sedap di tahun politik?

Solusinya, Fokuskan pada Intervensi Dini dan Pilot Project Terukur

Kalau kita sungguh peduli soal gizi anak, maka intervensi seharusnya dimulai dari titik awal: dari dalam kandungan. Edukasi gizi untuk ibu hamil, pemenuhan nutrisi sejak bayi lahir, hingga pemantauan tumbuh kembang yang kontinu. Itulah jalan panjang yang mungkin tidak spektakuler, tapi berdampak nyata.

Lalu, soal skala. Daripada langsung membanjiri seluruh negeri, mengapa tidak mulai dengan pilot project? 

Uji coba di daerah dengan angka stunting tertinggi—seperti NTT, Papua, Sulawesi Barat—bisa jadi awal yang terukur. Jika berhasil, baru replikasi. Dengan begitu, kita bisa koreksi arah sebelum terlambat.

Dan satu hal penting, proses evaluasi harus terbuka. Libatkan akademisi, media, LSM, bahkan warga lokal. Publikasikan data. Jangan sembunyikan rapor merah. Karena kepercayaan publik tidak dibangun lewat seremonial, tapi lewat transparansi.

Bangun Generasi Sehat dengan Cara yang Sehat

Pada akhirnya, ini bukan soal apakah makan gratis itu baik atau tidak. Ini soal bagaimana niat baik bisa dieksekusi secara bijak. Dalam negeri dengan anggaran terbatas, setiap rupiah harus dipastikan menyentuh sasaran. 

Anak-anak yang butuh bukan hanya ingin kenyang. Mereka butuh masa depan yang lebih baik—dan itu hanya bisa dibangun dari dasar yang kokoh.

Niat baik memang penting. Tapi kalau niat itu tidak didukung oleh logika kebijakan, data ilmiah, dan kesiapan sistem, maka hasilnya bisa jauh dari harapan. 

Kita perlu keberanian bukan hanya untuk bermimpi besar, tapi juga untuk melangkah secara cermat. Dalam pembangunan, sering kali langkah kecil yang tepat lebih berarti daripada lompatan besar yang meleset arah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun