Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Joko Tingkir bagian 28

11 Oktober 2025   16:28 Diperbarui: 11 Oktober 2025   16:28 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keduanya saling menatap tanpa bicara. Alam di sekitar seolah menahan napas. Burung-burung berhenti berkicau, dedaunan tak lagi bergoyang.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Karebet akhirnya.

"Aku adalah yang kau buang di setiap doa," jawabnya tenang. "Aku bagian dari amarahmu, dendammu pada Jipang, rasa hausmu akan pengakuan. Kau mengingkari aku, tapi justru itulah yang membuatku kuat."

Karebet menarik napas panjang. "Kalau begitu, malam ini aku akan menebusnya. Bukan dengan membunuhmu, tapi dengan memaafkan."

Bayangan itu tertawa pelan, suaranya bergema di antara batang-batang pohon. "Memaafkan? Jangan berpura-pura menjadi suci, Karebet. Kau ingin menghapusku, bukan memaafkan."

"Tidak," kata Karebet. Ia menatap tanah, lalu kembali ke langit. "Aku ingin menyeimbangkanmu."

Hening sejenak. Lalu angin berembus kencang, seperti ada kekuatan yang mulai bergolak. Obor di tangan Ki Wuragil padam, menyisakan cahaya rembulan yang menetes di antara ranting. Dua sosok itu kini seperti cermin: satu dilingkari cahaya lembut, satu lagi diselimuti bayangan pekat.

Bayangan itu mengangkat tangan, dan dari tanah tiba-tiba muncul kabut hitam yang membentuk pusaran. "Inilah dunia yang kau buat, Karebet," katanya dingin. "Kerajaan tanpa takhta, kekuasaan tanpa batas---asal kau berani menyentuh kegelapan."

Karebet melangkah maju. "Aku memilih berjalan dalam terang, meski sinarnya membuatku buta."

Dengan satu hentakan kaki, ia menancapkan tombak kecil ke tanah. Cahaya keluar dari ujungnya, memecah kabut, membuat hutan bergetar. Bayangan itu menjerit pelan, tapi suaranya bukan kesakitan---melainkan kepedihan.

"Jika aku lenyap," katanya lirih, "kau akan kehilangan separuh jiwamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun