Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Joko Tingkir Bagian 27

10 Oktober 2025   08:20 Diperbarui: 10 Oktober 2025   08:20 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Tingkir: skrinsyut 

Joko Tingkir --- Bagian 27: Bayangan di Alas Mentaok

Pelataran Keraton Demak terdiam seperti baru saja kehilangan napas. Semua mata tertuju pada dua sosok yang berdiri saling berhadapan di bawah cahaya obor yang gemetar tertiup angin. Satu berpakaian putih gading dengan sorot mata teduh namun tajam --- itulah Karebet, Joko Tingkir. Yang satu lagi mengenakan jubah serupa, namun dengan senyum dingin yang menggantung di ujung bibir, seperti cermin yang sedikit retak.

Sultan Trenggana memandangi keduanya tanpa berkata-kata. Para prajurit ragu untuk bergerak, takut salah memilih siapa yang harus dijaga dan siapa yang harus diikat. Bahkan Ki Wuragil pun mematung; tangannya meraba gagang keris tapi tak sanggup mencabut.

"Siapa kau?" suara Sultan akhirnya memecah kesunyian.

Orang yang datang itu tertawa lirih. "Aku, Gusti... Joko Tingkir. Bukankah paduka memanggilku pulang?"

Karebet melangkah maju, matanya tajam. "Kalau kau benar Joko Tingkir, sebutkan di mana Bengawan menelan perahuku tiga tahun lalu."

Bayangan itu tersenyum. "Di tikungan Watu Ulo, di mana air berputar seperti lidah ular. Tapi yang selamat bukan hanya perahumu, Karebet, melainkan juga dendammu."

Ruangan berguncang oleh bisik-bisik. Sultan menatap keduanya, keningnya berkerut dalam. Ada sesuatu dalam suara bayangan itu --- terlalu tepat, terlalu tahu.

"Gusti," ujar Karebet perlahan, "itu bukan aku. Ia utusan Jipang yang dikirim untuk mencampur aduk keyakinan."

"Tuduhan yang mudah diucapkan oleh mereka yang sedang gentar," jawab si bayangan, nada suaranya manis tapi dingin. "Bukankah kau sendiri selalu bermain dengan ilusi dan taktik, Karebet? Kini kau merasakan buahnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun