Namun sebelum perintah dilepas, sebuah teriakan terdengar dari geladak: "Kakang! Ada kapal lain di belakang kita!"
Karebet menoleh. Benar saja, bayangan kapal kedua muncul dari sisi kiri, mendekat dengan cepat. Mereka terkepung. Ini bukan bajak laut biasa---ini strategi perang.
Karebet mencabut tombaknya, matanya menyala. "Kita tidak boleh mundur. Untuk Demak! Serang!"
Pertempuran di Ombak
Panah api melesat, menyalakan gelombang malam dengan cahaya oranye. Kapal perompak membalas dengan tombak dan kait besi. Ombak bergolak, perahu kecil jatuh terbalik, teriakan prajurit bercampur deru angin.
Karebet melompat ke kapal musuh dengan satu hentakan kaki. Tombaknya berputar, memukul jatuh dua orang sekaligus. Lawannya bukan orang sembarangan: tubuh kekar, mata garang, dan gerakan cepat.
"Kau Jaka Tingkir, bukan?" seru lelaki itu sambil mengayunkan pedang. "Orang seperti kau tidak pantas memimpin Demak!"
Karebet menangkis, lalu menendang lawannya hingga terjengkang. Kata-kata itu mengukuhkan dugaannya: serangan ini ada hubungannya dengan politik istana.
Pertempuran berlangsung sengit sampai menjelang fajar. Ombak memerah oleh darah. Tapi berkat siasat Karebet---memutus tali layar kapal musuh dan memanfaatkan arah angin---armada perompak berhasil dilumpuhkan. Sebagian menyerah, sebagian lenyap ditelan ombak.
Namun, sebelum matahari terbit, sebuah rahasia terbongkar: di antara tawanan, ditemukan sebuah keris dengan ukiran lambang salah satu adipati berpengaruh di Demak.
Bayangan Konspirasi