Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

JokoTingkir Bag 3

26 Agustus 2025   20:16 Diperbarui: 26 Agustus 2025   20:34 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Tingkir : skrinsyut 

Mimpi di Hutan Renceh


Malam itu, hutan Renceh sunyi. Di kejauhan terdengar suara serangga, bersahut-sahutan dengan desir angin yang menyapu pucuk-pucuk pohon. Jaka Tingkir dan Kyai Ageng Sela memilih bermalam di sebuah lahan yang baru saja dibuka. Tanahnya masih basah, sisa hujan sore. Aroma dedaunan yang ditebang bercampur dengan bau tanah liat yang lembap, menghadirkan kesunyian yang nyaris suci.

Jaka Tingkir tidur di dekat kaki gurunya. Di atas langit, bintang-bintang tampak redup, seolah sedang bersekongkol dengan gelap malam untuk menyimpan rahasia. Kyai Ageng Sela berbaring sambil memejamkan mata, tubuhnya lelah oleh perjalanan, tetapi hatinya tetap berdzikir, tenggelam dalam doa yang tak pernah putus.

Baca juga: Joko Tingkir Bag. 2

Dalam lelapnya, Kyai Ageng Sela bermimpi. Ia melihat pemuda yang tidur di dekatnya, Jaka Tingkir, berjalan ke dalam hutan membawa sebilah parang besar. Dengan gerakan mantap, pemuda itu menebang pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi. Dalam sekejap, hutan yang lebat berubah menjadi lahan luas yang bersih, seakan siap menampung sesuatu yang agung.

Tiba-tiba, Kyai Ageng Sela terbangun. Nafasnya tersengal, matanya mencari-cari Jaka Tingkir. Namun, pemuda itu masih tertidur pulas di sisinya. Ia termenung, memikirkan makna mimpi itu. Baginya, mimpi bukan sekadar bunga tidur. Di dunia Jawa, mimpi sering dianggap sebagai tandha, sebuah pertanda gaib yang menyimpan pesan masa depan.

Pagi menjelang. Kabut tipis masih menggantung di antara batang-batang pohon ketika Kyai Ageng Sela membangunkan Jaka Tingkir. Dengan tatapan serius, ia bertanya:

"Nak, apakah semalam engkau masuk hutan? Apakah engkau menebang pohon-pohon?"

Jaka Tingkir menggeleng, senyumnya samar. "Tidak, Guru. Semalam saya tidur di sini, di kaki Guru."

Jawaban itu membuat Kyai Ageng Sela terdiam. Hatinya bergetar. Ia tahu, mimpinya bukan mimpi biasa. Ia menatap pemuda itu dalam-dalam, seakan hendak menembus lapisan jiwa yang tersembunyi. Lalu ia bertanya lagi:

"Kalau begitu, pernahkah engkau bermimpi yang aneh, Nak? Sesuatu yang masih engkau ingat sampai sekarang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun