Waktu menunjukkan pukul 9,09 pagi di Lasem ketika kami menyelesaikan kunjungan ke rumah Oma Frida di Soditan.
Rumah tua itu, dengan dua mobil tuan dan altar leluhur yang bisu, menyisakan semacam getar dalam ingatan. Sangat berkesan sekaligus sulit dilupakan.
Tapi kunjungan di Lasem masih panjang, hari baru saja mulai. Sebelas orang rombongan Wisata Kreatif Jakarta bersama mas Agik segera kembali ke mobil Elf dan tak hanya perlu sekitar 10 menit kemudian turun di ujung sebuah gang di desa Sumbergirang.
"Kita jalan kaki ya, mobil nggak bisa masuk," kata Mas Agik sambil menunjuk arah.
Lorong kecil itu hidup oleh suara anak-anak yang sedang bermain dan ibu-ibu yang membawa keranjang belanjaan. Maklum di ujung gang terdapat pasar.
Sekitar tiga menit melangkah, Mas Agik berhenti di depan sebuah rumah tua.
Pintunya warna hijau toska dan setengah terbuka. Ternyata inilah tujuan kedua kami pagi itu. Rumah yang sederhana, dindingnya dicat putih namun kusam dan banyak yang sudah terkelupas dimakan usia.
Di sebelah pintu, pada dinding yang kusam ada sebuah spanduk yang juga sudah kusam, pudar dan hampir luput terbaca: "Tempe Super Mbah Sripah," lengkap dengan alamat di RT 03/RW 02 Desa Sumbergirang (Sumur Kepel) dan juga ada nomor kontak serta nama dan logo salah satu sekolah tinggi ekonomi yang mungkin pernah KKN di sini.