Suasana Halaman Tengah (Teras Tengah Gaya Tionghoa)
Kami masuk ke halaman dalam yang ternyata berfungsi sebagai cafe. Ini adalah area ruang terbuka di tengah rumah, ciri khas rumah-rumah tradisional Tionghoa, dikenal sebagai tian jing atau open courtyard.
Deretan meja kursi sore itu cukup ramai pengunjungnya, kebanyakan berusia remaja. Mungkin rombongan kami yang sebagian besar berusia dibahas setengah abad. Di sini waktu seakan melambat berputar. Kita seakan tersedot mesin waktu kembali ke abad-abad lampau. Terlihat meja dan kursi kayu antik tertata rapi. Beberapa tamu tengah menikmati kopi dan obrolan santai.
Di sinilah kopi lelet Lasem sering disajikan, lengkap dengan sensasi menggambar motif di permukaan rokok pakai endapan kopi.
Pepohonan besar di halaman atau tian jing ini memberi kesan rindang, teduh, dan sangat nyaman untuk nongkrong sore-sore.
Sebagian dari kami mengambil tempat duduk dan memesan minuman. Sementara saya mulai menjelajah ke bangunan utama, rumah model Tiongkok dari zaman lampau yang terdampar di bumi Jawa.
Di dinding ada penjelasan sekilas tentang sejarah Lasem. Namun saya juga tertarik dengan papan besar berjudul "Angpau".
Membaca tulisan ini, ternyata angpau bukan sekadar amplop merah yang biasa kami lihat saat Imlek. Ada sejarah panjang di baliknya---dari tradisi Dinasti Qin yang mengikat koin pengusir roh jahat dengan benang merah, hingga akhirnya bergeser menjadi simbol harapan panjang umur dan keberuntungan.
Tepat di sebelahnya, panel lain menjelaskan tentang "Bai"---seni memberi salam dalam etiket Tionghoa. Ada empat tingkatan penghormatan: kepada Tuhan (dengan tangan di atas kepala), kepada yang lebih tua (sejajar dada), sebaya (sedikit membungkuk), dan lebih muda (tangan di ulu hati). Bahkan di akhir panel itu tertulis:
"Kepada orang hidup hanya dilakukan satu kali, kepada jenazah dua kali, kepada Tuhan tiga kali."