Siang itu, di bawah langit Barcelona yang sedikit mending di awal Februari, saya berpamitan dengan Luis, tuan rumah yang ramah dan penuh perhatian. Selama tinggal di apartemennya, kami sering menghabiskan waktu bersama di depan TV menonton pertandingan sepak bola Liga Spanyol, berbagi tawa dalam bahasa Spanyol sederhana dengan lelucon ringan yang segar di ruang tamu. Dari percakapan ini pula saya tahu bahwa istri dan anak perempuannya sedang mudik le Per.
Waktu baru menunjukkan sekitar pukul dua siang, Luis menawarkan untuk mengantar saya dengan mobilnya menuju Bandara El Prat. Dari pintu apartemen kamu menyusuri jalan sempit menuju tempat parkir kendaraan di tepi jalan. Lumayan dapat tumiangab gratis walau sebenarnya saya masih punya tiket metro yang berlaku untuk ke bandara.
Kami melaju santai dari Collblanc, menyusuri jalanan kota yang terasa mulai lengang di bawah matahari sore.
Dalam perjalanan, Luis menunjuk ke sebuah gedung tinggi dan modern warna oklar tua bergaya minimalis. "Ah trabajo yo," katanya dengan bangga --- Hotel Meli, tempat ia bekerja, yang ternyata tidak terlalu jauh dari apartemennya.
Saya tersenyum, merasa seakan mengenal sedikit lebih banyak tentang kehidupan sehari-harinya.
Perjalanan ke bandara berjalan lancar, hanya sekitar dua puluh menit. Saya tiba di Terminal 2, lalu melanjutkan ke Terminal 1 dengan shuttle bus gratis.
Setelah check-in TAP Portugal dan melewati keamanan, saya duduk santai di gate. Cuaca di Barcelona masih cerah, namun kabar dari Lisbon menyebutkan hujan deras mengguyur sejak pagi, sehingga pesawat kamu harus mengalami keterlambatan.
Saya membiarkan waktu berlalu perlahan, membiarkan pikiran melayang menuju kota yang akan saya sambangi. Komunikasi dengan tuan rumah di isboabyerus berlangsung terutama mengupdate perkiraan waktu mendarat di Lisboa.
Setelah sedikit tertunda, sekitar pukul delapan malam, pesawat TAP Portugal akhirnya mendarat di Bandar Udara Humberto Delgado, Lisboa .
Di dalam bandara, saya berjalan cukup jauh dari area kedatangan menuju tempat pengambilan bagasi.
Dalam perjalanan, saya melewati sebuah toko Benfica. Saya berhenti sejenak, memandangi koleksi kaos dan suvenir berwarna merah, namun memilih untuk tidak membeli apa-apa --- cukup membawa rasa kagum dalam hati.
Setelah mengambil bagasi, saya bergerak menuju akses metro yang masih terletak di dalam area bandara.
Ada lorong semi-terbuka yang harus saya lewati --- udara malam langsung menyentuh wajah saya, dan gerimis tipis menyapa seperti sapaan pertama dari Lisboa.
Saya menuruni eskalator stasiun metro. membeli tiket metro 24 jam yang harganya sekitar enam Euro, dan setelah menunggu sekitar 5 menit kereta pun tiba. Sekilas stasiun metro di Lisboa tampak megah walau sedikit temaram. Demikian juga dengan kondisi gerbongnya . Tampak lebih tua dibandingkan dengan metro di Barcelona.
Rentetan gerbong metro bergerak cepat menuju So Sebastio. Di sini saya berganti jalur, lalu melanjutkan ke Alfornelos --- kawasan pemukiman yang tenang di pinggiran Lisbon.
Malam itu, metro dipenuhi wajah-wajah yang lelah, diam dalam keheningan. Suasana dalam gerbong tidak ramai dan saya menikmati perjalanan dengan santai.