Selesai city tour ke Jabal Tsur dan Arafah yang menyegarkan pagi itu, bus Samaya 134 yang membawa rombongan Ventour 554 langsung beranjak menuju Taneem. Walau sedikit masih lelah, kami penuh dengan semangat dan harapan.
Tujuan kami ke Masjid Aisha di Taneem adalah untuk mengambil miqat. Momen inilah titik awal pembaruan niat ibadah, khususnya bagi mereka yang hendak melaksanakan umroh badal---sebuah kesempatan untuk membadal umroh atas nama orang tua atau kerabat yang sudah mendahului kita atau secara fisik sudah tidak mampu pergi umroh sendiri.
Menuju Taneem: Meneguhkan Niat dan Menyambut Miqat
Di dalam mobil yang melaju menuju Taneem, kehangatan dan kekhidmatan terasa menyelimuti setiap obrolan dan doa. Pak Ustaz Yudie memanfaatkan perjalanan itu untuk mengingatkan kami akan pentingnya niat yang lurus dan ikhlas. Dengan lembut beliau berkata, bahwa umroh badal adalah ibadah yang mengantarkan kita kembali kepada Sang Pencipta, membersihkan hati, dan menguatkan tali silaturahmi.
Kata-kata itu mengalir begitu menyentuh, membuat setiap pendengar merasa bahwa setiap langkah yang diambil adalah bagian dari perjalanan spiritual yang tiada duanya.
Sesampainya di Masjid Aisha, kami membersihkan diri dan berganti pakaian ihram lalu sholat sunah. Proses mengambil miqat pun selesai. Saya perhatikan masjid ini lumayan modern dengan berbagai fasilitas yang lumayan lengkap.
Dalam keheningan yang khusyuk, satu per satu, hati kami pun dipenuhi dengan tekad dan keikhlasan untuk menjalani ibadah yang mulia ini.
Setelah semua kembali ke bus ustaz Yudie membimbing kami untuk berniat umroh. Dalam perjalanan ini juga dijelaskan bahwa Masjid Aisha ini merupakan tempat miqat yang paling dekat ke Al Haram karena jaraknya hanya sekitar 6 kilometer saja.
Ustaz Yudie juga menjelaskan bahwa untuk menghemat waktu, nanti kami akan sholat dhuhur di mushola hotel dan kemudian dilanjut makan siang.
Kami tiba di hotel tepat beberapa saat sebelum sholat dhuhur. Menunaikan sholat di Mushola hotel ini dianggap memiliki keutamaan yang sama dengan sholat di masjidil Haram.
"Bapak ibu, dhuyufullah, setelah sholat baru ke resto untuk makan siang, jangan lupa kumpul di lobi jam 13:30 dalam kondisi berwudhu."
Demikian pesan ustaz melalui whatsapp group.
Setelah sholat, saya beranjak menuju restoran untuk menikmati makan siang bersama. Di ruang makan hotel, aroma hidangan lezat menyatu dengan tawa dan canda ringan antar jamaah.
Suasana keakraban pun makin terasa; obrolan tentang pengalaman umroh sebelumnya, harapan untuk ibadah kali ini, dan pula canda ringan yang membuat suasana semakin hidup.
Tepat waktu pukul 13:40, seluruh jamaah berkumpul kembali di lobi hotel. Semua dalam keadaan berwudhu, siap melanjutkan perjalanan menuju masjid untuk rangkaian ibadah selanjutnya. Kedisiplinan waktu yang dijaga dengan baik oleh panitia membuat hati kami semakin yakin bahwa setiap detik perjalanan adalah bagian dari anugerah yang harus disyukuri.
Memasuki Rangkaian Ibadah di Masjid: Tawaf, dan Sai
Perjalanan menuju masjid membawa kami ke babak ibadah berikutnya. Di Ka'bah kami memulai dengan tawaf yang kali ini terasa lebih lancar dan khusyuk. Setiap langkah mengelilingi Ka'bah diiringi doa dan harapan, seolah setiap putaran mendekatkan jiwa kepada Sang Pencipta. Suasana yang penuh keikhlasan membuat kami lupa akan segala penat dan lelah yang dirasakan dari serangkaian perjalanan sebelumnya.
Setelah tawaf, sholat sunah dilaksanakan dengan tenang. Beberapa jamaah menyempatkan diri untuk berfoto, mengabadikan momen sakral bersama keluarga dengan latar belakang baitulmal. Rasa khusyuk dan haru mengiringi keindahan momen kebersamaan dalam ibadah.
Saat memasuki rangkaian sai, dinamika mulai berubah. Di antara kerumunan jamaah yang sedang melaksanakan sa'i antara Safa dan Marwah, kami berjalan beriringan sambil melantunkan doa. Terkadang, saya memilih untuk memisahkan diri sejenak. Dalam keheningan yang berbeda, saya mengambil waktu untuk menikmati segelas air zam zam. Duduk di sudut yang tenang, saya memandang air zam zam yang mengalir, seolah mengalirkan kesejukan ke dalam jiwa yang dahaga akan ketenangan. Momen tersebut menjadi istirahat sejenak yang memberi ruang untuk merefleksikan setiap langkah ibadah dan mengingat betapa agungnya rahmat yang senantiasa mengalir.
Rombongan Shalawat Rasul: Harmoni Suara yang Menggetarkan Hati
Di tengah perjalanan sai yang syahdu, sebuah momen unik terjadi yang langsung menghangatkan suasana. Tiba-tiba, terdengar suara lantunan shalawat Rasul yang begitu merdu dan penuh semangat. Di keramaian tampak rombongan jemaah yang berbaris rapi, layaknya pasukan defile yang teratur, dengan seragam syal warna merah mudah yang mencolok seakan mewakili kesatuan keimanan yang begitu kental.
Mereka melantunan salawat dengan irama yang harmonis, seolah mengajak seluruh jamaah untuk ikut meresapi keindahan doa yang menggetarkan jiwa. Suara mereka memenuhi setiap sudut lorong jalur sai antara sofa dan Marwah menciptakan resonansi yang mendalam. Di antara lantunan itu, terdengar bait-bait yang begitu menyentuh, seperti:
"Y Nab salmun 'alaika
Y Raslu salmun 'alaika
Y Habbu salmun 'alaika
Shalawtullhi 'alaika
."
Bait-bait salawat itu, meski hanya beberapa baris, berhasil menyatukan setiap hati yang hadir. Saya pun ikut larut dalam semangat, menyerap setiap kata yang seakan mengalirkan energi positif ke dalam diri. Irama salawat itu memberikan kekuatan tersendiri, menyatukan kami dalam satu irama keimanan yang tak terpisahkan.
Semangat dari rombongan tersebut pun menular. Tak hanya beberapa yang ikut bernyanyi, namun hampir seluruh jamaah pun tergerak untuk ikut melantunkan salawat dengan penuh penghayatan. Suasana berubah menjadi panggung keindahan spiritual, di mana setiap suara menyatu dalam simfoni yang menggetarkan jiwa. Momen itu seolah menegaskan bahwa dalam setiap langkah ibadah, kebersamaan dan kekompakan adalah kunci untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
Momen Bebas Setelah Ibadah:
Setelah sai selesai, rangkaian ibadah umroh ditutup dengan tahalul di luar pintu marwah. Suasana mulai memasuki fase yang lebih santai dan bebas.
Kami kembali ke hotel ataupun menikmati acara bebas untuk menikmati waktu dengan cara masing-masing. Banyak yang memilih untuk menjelajahi area masjid, menyusuri jalanan dengan penuh kekaguman terhadap keindahan arsitektur dan ketenangan yang terpancar di setiap sudut.
Area escalator viral yang kini menjadi salah satu daya tarik pelataran masjid juga ramai dikunjungi. Tak sedikit yang mengabadikan momen di sana, mengambil foto dan berbagi cerita dengan sesama jamaah. Kebebasan itu memberikan nuansa baru, di mana setiap individu dapat menikmati keindahan Tanah Suci dengan cara yang unik dan personal.
Beberapa jamaah juga memilih untuk duduk di sudut-sudut masjid, menikmati udara sejuk sambil merenungi setiap doa yang baru saja dilantunkan.
Refleksi Perjalanan:
Melihat kembali perjalanan hari ini, dari langkah awal yang penuh semangat setelah city tour menuju Taneem, hingga menikmati keindahan masjid setelah rangkaian ibadah selesai, saya merasa bahwa setiap momen memiliki makna yang mendalam. Perjalanan umroh kali ini tidak hanya tentang ritual yang harus dijalankan, melainkan juga tentang pengalaman hidup yang penuh dinamika---antara kekhusyukan, kebersamaan, hingga momen-momen pribadi yang hening di antara keramaian.
Pengalaman mengambil miqat di Masjid Aisha di Taneem, solat di musolah hotel, makan siang bersama, dan kemudian melanjutkan ibadah di masjid, semuanya merupakan bagian dari perjalanan yang menyatukan hati..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI