Mohon tunggu...
T. Fany R.
T. Fany R. Mohon Tunggu... Pecinta kopi, penjelajah kata, dan hobi lari

Kopi bukan hanya minuman—ia adalah teman refleksi. Buku bukan sekadar bacaan—ia adalah jendela dunia. Dan lari bukan hanya olahraga—ia adalah ruang dialog dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Orang yang Menyakitimu, Sebenarnya Membebaskanmu

31 Juli 2025   12:30 Diperbarui: 31 Juli 2025   20:24 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang yang Menyakitimu, Sebenarnya Membebaskanmu

Dari Satu Kebaikan ke Kebaikan yang Lain.

Di dunia yang terus bergerak cepat, banyak orang mencari kebahagiaan dengan cara instan, tak peduli apakah caranya benar atau salah. Tapi di balik semua itu, ada satu kebenaran sederhana: kebaikan akan selalu membawa kita pada kebaikan yang lain, dan jalan menuju bahagia tak harus melewati maksiat.

Mencari Bahagia dari Jalan yang Bukan Maksiat.

Kita seringkali tergoda oleh jalan pintas---menipu demi keuntungan, berpura-pura demi pengakuan, atau menuruti hawa nafsu atas nama "kebebasan diri." Namun sesungguhnya, sesuatu yang dilarang oleh Tuhan pasti mengandung keburukan, meskipun tampak menyenangkan di permukaan.

Kebaikan Itu Menular, Begitu Juga Keburukan.

Satu kebaikan kecil---seperti menahan amarah, memaafkan, atau menolong sesama---bisa membuka jalan bagi kebaikan yang lebih besar. Kebaikan bekerja seperti cahaya kecil yang menular. Ia menginspirasi, menghangatkan, dan menerangi jalan kita.

Sebaliknya, satu maksiat sering kali membuka pintu bagi maksiat berikutnya. Ketika seseorang terbiasa berbohong, ia akan terus menumpuk kebohongan untuk menutupi yang pertama. Ketika seseorang memilih mengambil jalan yang haram, sulit baginya menemukan keberkahan, meskipun uangnya banyak atau sukses di mata dunia.

Bahagia Itu Murni, Tak Perlu Dimurkai Tuhan.

Satu hal yang sering disalahpahami adalah anggapan bahwa untuk bahagia, kita harus melanggar batas. Padahal, kebahagiaan yang sejati justru datang dari hati yang tenang, bukan dari kesenangan sesaat.

  • Bahagia itu bukan mabuk, tapi sadar penuh akan hidup dan bersyukur atasnya.

  • Bahagia itu bukan mengumbar, tapi menjaga---diri, hati, dan kehormatan.

  • Bahagia itu bukan menguasai orang lain, tapi menguasai diri sendiri.

Kita bisa bahagia lewat sedekah, lewat doa yang tulus, lewat pekerjaan yang halal, lewat cinta yang sah, lewat hidup yang jujur. Semua itu mungkin, dan bahkan lebih mendalam daripada kenikmatan yang diperoleh dari pelanggaran.

Mengapa Tuhan Melarang? Bukan untuk Menyiksa, Tapi Menjaga.

Allah tidak melarang sesuatu kecuali karena ada mudharat (kerusakan) di dalamnya. Larangan bukan bentuk kekejaman, melainkan perlindungan. Seperti seorang ibu yang melarang anaknya bermain api, bukan karena ingin membatasi, tapi karena cinta.

Contoh nyata bisa dilihat dalam berbagai hal:

  • Perzinahan merusak ikatan keluarga, mengundang penyakit, dan membuat batin kosong.

  • Riba merusak ekonomi, memperbudak orang miskin, dan menciptakan kesenjangan.

  • Miras dan narkoba mungkin memberi "sensasi", tapi menghancurkan akal dan masa depan.

Jika kita percaya bahwa Tuhan Maha Tahu, maka kita juga harus percaya bahwa larangan-Nya bukan untuk menghalangi bahagia, tapi untuk melindungi bahagia yang hakiki.

Menuju Bahagia dengan Jalan yang Diberkahi.

Dalam setiap diri manusia, ada cahaya yang ingin tumbuh. Dan cahaya itu tumbuh melalui pilihan-pilihan kebaikan, sekecil apa pun. Ketika kita memilih untuk hidup jujur, menjaga pandangan, berbuat baik kepada sesama, menolak godaan maksiat---di situlah kita sedang menanamkan kebahagiaan yang kokoh.

Dari satu kebaikan ke kebaikan lain, kita mendekat pada ketenangan.
Dari menjauhi satu maksiat ke maksiat lain, kita mendekat pada kebebasan yang sejati.

Bahagia Itu Bisa Didapat Tanpa Harus Melanggar.

Tak perlu melawan perintah Tuhan untuk merasa hidup. Justru ketika kita taat, kita sedang berjalan dalam jalan yang aman, bersih, dan penuh makna. Bahagia yang sejati bukan soal tawa yang keras, tapi hati yang tenang. Dan itu, hanya mungkin jika kita percaya bahwa:

Yang dilarang Tuhan pasti buruk, meskipun tampak nikmat.
Yang diperintahkan Tuhan pasti baik, meskipun terasa berat.

Dan pada akhirnya, jalan kebaikan akan membawa kita pulang---ke bahagia yang tak hanya sementara, tapi abadi.

Melawan Godaan Maksiat dengan Nyamannya Taat, dan Belajar Lepas dari Kekecewaan pada Sesama.

Ada kalanya kita merasa ingin senang dengan cara cepat. Terlena oleh godaan yang menawarkan pelarian instan: dari rasa sepi, dari luka, dari beban hidup yang berat. Maka muncullah bisikan-bisikan maksiat---kecil atau besar---yang seakan berkata: "Sedikit saja, tak apa."

Tapi di saat yang sama, hati kita yang paling dalam tahu bahwa kesenangan lewat maksiat itu semu. Ia cepat datang, cepat pergi, tapi menyisakan kosong yang lebih dalam.

Maka, melawan keinginan maksiat bukan hanya dengan menahan, tapi dengan menemukan kenyamanan dalam taat.

Taat Itu Bukan Berat, Jika Kita Menemukan Nikmatnya.

Terkadang kita mengira taat itu menyiksa. Tapi sebenarnya, itu karena kita belum mencicipi manisnya. Kita terlalu sibuk menahan diri dari larangan, hingga lupa mengecap keindahan dari kebaikan itu sendiri.

Bukan menolak maksiat yang menyiksa, tapi belum terbiasanya jiwa dalam keindahan taat.

Shalat yang khusyuk, sabar dalam kesulitan, ikhlas dalam memberi---semuanya adalah bentuk kenyamanan rohani yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang bersungguh-sungguh.

Maka ketika ada godaan, katakan pada diri sendiri:
"Aku bisa merasa lebih nyaman dari ini, tapi dengan cara yang halal dan diberkahi."

Kecewa Karena Makhluk: Tanda Kita Terlalu Bergantung.

Salah satu penyebab kita tergelincir ke maksiat atau kelelahan dalam taat adalah kekecewaan kepada manusia---karena diabaikan, dikhianati, atau diremehkan. Tapi sesungguhnya, kekecewaan itu lahir karena kita mengikat harapan pada yang fana.

Kita sering lupa: kita tidak punya urusan dengan makhluk, tapi dengan Allah.

Makhluk hanyalah perantara. Mereka datang dan pergi. Mereka baik dan buruk sesuai takdir dan ujian-Nya. Jika kita kecewa, bukan karena mereka mengecewakan, tapi karena kita menggantungkan diri kepada yang tak pernah bisa menjamin apa-apa.

Orang yang Menyakiti, Sebenarnya Membebaskan.

Ini yang paling sulit dipahami, tapi juga paling menyembuhkan:

Orang yang berbuat buruk padamu, sejatinya sedang membebaskanmu.

Mereka mungkin menyakitimu, menghancurkan ekspektasimu, atau membuatmu jatuh. Tapi justru dari merekalah kamu belajar:

  • Untuk tidak berharap pada manusia.

  • Untuk kembali kepada Allah.

  • Untuk mengenal batas dan merawat harga dirimu.

Setiap luka yang mereka beri adalah jalan agar kamu tumbuh. Setiap penolakan dari manusia bisa jadi cara Allah menunjukkan bahwa kamu terlalu jauh dari-Nya.

Kemenangan Spiritual Itu Terjadi Saat Kamu Tidak Balas, Tapi Lepas.

Melawan maksiat bukan sekadar soal menahan nafsu. Tapi soal mengalihkan energi jiwa ke arah yang lebih tinggi.
Menjadi taat bukan sekadar soal aturan. Tapi soal menemukan kenyamanan dalam hubungan dengan Allah.
Memaafkan bukan karena kamu lemah. Tapi karena kamu sudah cukup kuat untuk tidak butuh pengakuan dari makhluk.

Keinginan untuk senang lewat maksiat bisa dikalahkan hanya oleh kenyamanan dalam taat.
Kekecewaan dari makhluk sembuh saat kita sadar, urusan kita hanyalah dengan Tuhan.
Dan orang yang menyakitimu, mungkin adalah pintu agar kamu kembali menjadi versi terbaikmu---yang bebas, yang ikhlas, dan yang dekat dengan Allah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun