Dalam setiap diri manusia, ada cahaya yang ingin tumbuh. Dan cahaya itu tumbuh melalui pilihan-pilihan kebaikan, sekecil apa pun. Ketika kita memilih untuk hidup jujur, menjaga pandangan, berbuat baik kepada sesama, menolak godaan maksiat---di situlah kita sedang menanamkan kebahagiaan yang kokoh.
Dari satu kebaikan ke kebaikan lain, kita mendekat pada ketenangan.
Dari menjauhi satu maksiat ke maksiat lain, kita mendekat pada kebebasan yang sejati.
Bahagia Itu Bisa Didapat Tanpa Harus Melanggar.
Tak perlu melawan perintah Tuhan untuk merasa hidup. Justru ketika kita taat, kita sedang berjalan dalam jalan yang aman, bersih, dan penuh makna. Bahagia yang sejati bukan soal tawa yang keras, tapi hati yang tenang. Dan itu, hanya mungkin jika kita percaya bahwa:
Yang dilarang Tuhan pasti buruk, meskipun tampak nikmat.
Yang diperintahkan Tuhan pasti baik, meskipun terasa berat.
Dan pada akhirnya, jalan kebaikan akan membawa kita pulang---ke bahagia yang tak hanya sementara, tapi abadi.
Melawan Godaan Maksiat dengan Nyamannya Taat, dan Belajar Lepas dari Kekecewaan pada Sesama.
Ada kalanya kita merasa ingin senang dengan cara cepat. Terlena oleh godaan yang menawarkan pelarian instan: dari rasa sepi, dari luka, dari beban hidup yang berat. Maka muncullah bisikan-bisikan maksiat---kecil atau besar---yang seakan berkata: "Sedikit saja, tak apa."
Tapi di saat yang sama, hati kita yang paling dalam tahu bahwa kesenangan lewat maksiat itu semu. Ia cepat datang, cepat pergi, tapi menyisakan kosong yang lebih dalam.
Maka, melawan keinginan maksiat bukan hanya dengan menahan, tapi dengan menemukan kenyamanan dalam taat.
Taat Itu Bukan Berat, Jika Kita Menemukan Nikmatnya.