Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebih Menyadari Kehadiran-Nya di Segala Ruang dan Waktu

22 Januari 2021   21:48 Diperbarui: 22 Januari 2021   21:58 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. @pieu_kamprettu

Ada beberapa kemungkinan ketika kita banyak mempertanyakan keadaan yang membuat hati gelisah. Tapi dari semua kemungkinan, satu sebab yang pasti karena adanya sebuah masalah.

Sudah berulangkali pula keadaan yang sering dianggap masalah, hadir membawa 2 pilihan rumus yang sangat gamblang. Antara memilih kemudahan atau kesulitan. Karena 2 hal ini selalu datang bersamaan.

Sesuatu terasa mudah karena kita pernah mendapati pengalaman yang sama. Atau sesuatu akan terasa mudah karena kita telah mempersiapkan diri menggunakan ilmu sebagai alat bantu. Sebaliknya, sesuatu akan terasa sulit karena kita belum pernah mengalami dan bersamaan dengan itu, kota masih belum memiliki kesiapan mental atau keberanian untuk menghadapinya. Maka, muncullah keraguan, ketidakpercayaan, ketakutan, dlsb.

Bukankah sesuatu itu datang tak pernah lebih dari kapasitas diri? Tapi mengapa kita ragu? Mengapa kita tidak siap? Toh, teratasi atau tidak, benar ataupun salah, itu semua akan tetap menjadi pelajaran yang bisa diambil hikmahnya.

Kalau didalami pun, keraguan dan ketakutan itu datang karena harapan atau ekspekstasi kita yang terlalu tinggi. Atau khawatir terusik kenyamanan yang telah didapat akan terganggu.

Oleh karena itu, bukan masalah yang sulit. Akan tetapi, lebih karena diri yang belum mau berproses. Padahal, semua kejadian itu datang tidak lain agar membuat diri lebih berkembang dan dewasa. Melalui perubahan-perubahan yang semua itu hanya akan terjadi jika kita sudah melampui ujian yang datang. Bukankah tanda dari sesuatu itu berproses adalah hadirnya masalah?

Sebenarnya, melalui permainan makna kata kita juga bisa sedikit menentramkan pikiran. Karena berawal dari pikirianlah segala masalah itu datang. Entah itu karena sudut pandang, pola pikir, ataupun data/ilmu yang masih belum banyak tersimpan. Permainan kata itu misalnya "persatuan", apakah kita bisa memaknai persatuan tanpa ada perbedaan? Atau, adakah kata satu itu tercipta tanpa ada dua, tiga, empat, dst?

Contoh yang lain misalnya kata "benar", bisakah makna benar itu tercipta tanpa kita mendapati terlebih dahulu makna tentang salah? Seperti hanlnya kemudahan dan kesulitan, tidak akan kita dapati salah satu makna dari kedua kata tersebut tanpa kita mengalami makna keduanya.

Mengalami bukan berarti kita melakukan, karena kita memiliki akal yang bisa mensimulasi berbagai kemungkinan. Memiliki wakil panca indera yang kita bisa memproyeksi berbagai keadaan sehingga bjsa meminimalisir sakit-sakit yang mungkin bisa menjadi potensi terluka oleh karenanya.

Dan kita tidak bisa menghindari eskalasi pasti suatu budaya yang tak akan terbentuk karena kebiasaan. Kebiasaan juga merupakan hasil dari tingkah laku/kata. Sedangkan kata, hanya akan tercipta karena buah pemikiran individu-individu yang melontarkannya.

Maka dari itu, jangan sembarang melemparkan pemikiran karena ia laksana debu yang mudah tersapu angin kesana-kemari. Jika kita tidak mengaliri air di atasnya, ia hanya akan mudah tersapu angin dan sangat mungkin melukai pandangan-pandangan orang lain.

Persiapkanlah kearifan sebelum benar-benar siap dengan suatu amanat. Kearifan yang tidak bisa didapat seketika kecuali sudah memiliki kemandirian atau kedaulatan pikir dan tak henti melakukan penyucian/ muhasabah diri. Dan jangan sekali-kali banyak mengumbar kata cinta jika belum banyak melakukan upaya-upaya tersebut. Kecuali nantinya cinta yang terwujud akan nampak transaksional.

Jadi, jangan sampai kita kehilangan nikmat untuk menikmati segala keadaan. Jangan sampai kita terbalik sudut pandangnya. Jangan sampai kita kurang presisi menggunakan alat bantu pemikiran. Karena segala masalah yang datang itu bukan berasal dari luar diri kita, melainkan dari diri kita sendiri. Karena Tuhan terlalu Maha Pengasih dan Penyayang terhadap seluruh hamba-hambaNya.

Begitu pula Kanjeng Nabi Muhammad Saw, kekasihNya, yang tidak pernah tega melihat ummat-ummatnya hanya sibuk dengan pertikaian yang masalah utamanya justru dirinya sendiri. Bukankah sudah banyak diberi nasihat kalau perang terbesar itu adalah melawan diri sendiri?

Jadi, enyamlah segala keadaan itu! Dan selamatkanlah kesejatianmu! Sekalipun ragamu terkoyak dan habis energimu, ingatlah bahwa akan selalu ada Sang Maha Pemberi Kekuatan. Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat segalanya. Karena kita pun, adalah sebulir demi dari hamparan kuasa-Nya.

Sadarlah akan kehadiranNya di segala ruang dan waktu. Yang kita sendiri sering lupa bahwa kemanapun kita mengarahkan pandang, itulah wajahNya. Lantas, masih beranikah kita banyak berprasangka dan berkecil hati kepada masalah?

22 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun