Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adakah Derita dalam Bermaiyah? (Teko Loossss...) #2

20 November 2019   20:36 Diperbarui: 20 November 2019   20:46 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang tengah malam, Pakdhe-Pakdhe Kiai Kanjeng bersama sesepuh yang lain mulai naik ke panggung. Kiai Kanjeng membuka dengan bacaan tawassul dan wirid-wirid khusus untuk kesehatan Mbah Nun yang dipimpin oleh Mas Islamiyanto. Sekali lagi, jamaah hanyut dalam rapalan mantra-mantra yang melangit. Memanifestasikan cinta yang menyatu dalam kekhusyukan do'a demi kerinduan yang masih banyak berbatas.

Pertama-tama, Pak Muzzamil diminta untuk menanggapi apa yang sudah menjadi topik pembahasan sedari tadi. Jika berbicara mengenai derita, beliau langsung mengingat kata-kata Mas Sabrang tentang limitasi. 

Seseorang menderita karena tidak mengetahui batasan-batasan kemampuan tentang dirinya sendiri. Segala sesuatu yang dimasukkan ke dalam tempat yang lebih kecil, tentu akan menimbulkan masalah. Wutah, kecer-kecer, ting pecotot, dan istilah jawa lainnya. Karena pemikiran tentang masalah tersebut yang akhirnya akan berefek pada deritanya diri.

Dan yang menjadi masalah itu sendiri biasanya dikarenakan oleh target-target yang tidak tercapai atau terpenuhi. Bahkan, pendidikan kita sendiri sejak dari kecil sudah terdidik untuk bercita-cita menjadi sesuatu, dimana tolak ukur pencapaian target tersebut hanya diukur dengan takaran materi. 

Pilot, dokter, polisi, adalah contoh profesi yang menurut para orang tua adalah pekerjaan yang layak demi penghidupan di masa depan. Hingga proses pembelajaran pun sudah pasti sangat diusahakan oleh orang tua demi tercapainya impian tersebut.

Menanggapi fenomena tersebut, Pak Muzzamil memberikan respons kalau hidup itu kalau bisa tidak usah punya target. Lossss... Sekalipun target terkadang menjadi motivasi tersendiri, akan tetapi, kita tidak akan pernah mengetahui bahkan apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan. Jadi, jalani saja yang terbaik saat ini, sekarang. Bahkan istilah dholim pun disematkan oleh Kiai Muzzamil atas penderitaan yang menimpa.

Lhoh, koq bisa? Sudah menderita, dibilang dholim pula. Hal ini sangat berkaitan dengan penjelasan Mas Sabrang terkait dengan 4 jenis layer pada diri manusia, yaitu badan, pikiran, hati, dan kehidupan sosial. Mas Sabrang menjelaskan sebuah garis lurus yang di tengah-tengahnya 0,nol (ukuran keseimbangan), jika ke kiri yaitu minus (negatif) dan jika ke kanan baik (positif). 

Orang yang mengalami puncak penderitaan jika keempat layer berada di sebelah kiri semua. Secara tidak langsung, kita dilatih untuk mengidentifikasi atau menakar posisi diri sendiri oleh Mas Sabrang.

Dalam 3 layer (badan, pikiran, dan hati) manusia memiliki kendali penuh atas putusan-putusan yang mencondongkan dirinya ke nilai negatif atau positif. Akan tetapi, khusus di layer 4 (kehidupan sosial) menurut Mas Sabrang, itu di luar kontrol pribadi manusia. Karena dalam layer sosial pasti ada yang bernama kompetisi. Sebuah persaingan yang sialnya mayoritas berbentuk materi.

Oleh karena itu, kata dholim pada yang merasakan penderitaan bermaksud agar manusia mampu memahami takarannya masing-masing. Sehingga mampu untuk berusaha menata kembali posisi-posisi cara berfikir ataupun cara pandang yang menyebabkan self-error.

Dok. @bungkamwajah
Dok. @bungkamwajah
Ketika giliran Pak Ilyas, salah satu dosen di perguruan tinggi di Semarang, ikut menyampaikan gagasannya tentang penderitaan yang sangat frontal, bagaimana tidak? Menurut Pak Ilyas, mahasiswa yang tidak nyontek itu tidak ada. Bahkan, untuk harus lulus seharusnya sangatlah susah. Guyonan-guyonan Pak Dosen ini sangat cocok bagi para mahasiswa atau pemuda/i yang mayoritas hadir pada malam hari ini.

Semuanya larut melalui bahasa-bahasa frontal, lugas, tapi benar. Salah satu contohnya, ketika beliau melontarkan pertanyaan ngapain kamu kuliah? Ngapain kamu kuliah kalau gak pernah bolos? Ketidaktertiban dosen juga disinggung, misalnya dalam 1 SKS terdapat 15 pertemuan, misalnya, dalam kelas itu dibagi menjadi 14 kelompok. 

Lalu, tiap minggu gantian maju presentasi masing-masing kelompok, sembari latihan berdebat. "sedangkan dosennya mung mainan HP, kadang ya ono sing golek selingkuhan!" Hampir semuanya bahagia layaknya suara mereka terwakilkan. 

"Orang cerdas itu adalah mereka yang tahu meletakkan sesuatu pada tempatnya." Lanjut beliau. Di tengah-tengah acara Kiai Kanjeng juga mepersembahkan beberapa puisi yang di wakili oleh Pak Irfan dan Pak Nevi khusus bagi pujangga Mocopat Syafaat yang kebetulan berulang tahun pada malam itu.

Semua bebas untuk berekspresi sepanjang malam. Semua bebas ngopi ataupun ngrokok sembari menikmati hiburan berkelas dari Kiai Kanjeng. Ngantuk? Tidur pun gak masalah, gak ada yang marahin.

Acara pun mesti dipungkasi dengan puisi Mbah Mustofa Hasyim. Umumnya jam 3 dini hari mendengarkan puisi  'rusak-rusakan' dan tidak menderita alias tertawa,  tentu sudah punya kadar kebahagiaan yang cukup, menandakan tidak stressed. Kalau situasinya seperti ini, adakah derita itu dalam maiyah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun