"No Poison Can Kill A Positive Thinker, And No Medicine Can Save A Negative Thinker"
Yes, itulah sepenggal kalimat yang melintas dikepala saat pagi dini hari pukul 4 wib berangkat mencoba summit volcano tertinggi di South East Asia / Indonesia - Puncak Indrapura (Kerinci) di 3805 mdpl, tanggal 23 Agustus 2025.
Gunung Kerinci sungguh GAGAH dan memiliki karakter majesty tersendiri dibanding Gunung Rinjani yang terlihat CANTIK, KOKOH walau kadang MENYERAMKAN!
Ternyata Gunung Kerinci menurut legenda adalah "abang" dari Gunung Rinjani.
Itulah kenapa Gunung Kerinci terlihat Gagah, Megah dan Kokoh, sedangkan Gunung Rinjani terlihat Cantik, Elegant dan memiliki daya tarik yang sangat kuat sebagai "perempuan".
“Penghalang Itu di Kepala Kita” — Kisah Roger Bannister, Pemecah Batas Empat Menit
Selama puluhan tahun, dunia percaya bahwa tidak ada manusia yang bisa berlari sejauh satu mil (1,609 km) dalam waktu kurang dari 4 menit. Para pelatih, dokter, dan ilmuwan sepakat: secara biologis, tubuh manusia tidak mampu. Jika dipaksa, jantung bisa meledak. Itu kata mereka.
Keyakinan ini begitu kuat, sehingga tak seorang pun berani membantah. Hingga datanglah seorang mahasiswa kedokteran bernama Roger Bannister, yang berpikir: “Kalau memang tidak mungkin, kenapa tidak saya coba sendiri?”
Roger bukan pelari profesional. Latihannya pun seadanya. Di tengah kesibukan kuliah, dia menyempatkan waktu berlatih sendiri—tanpa pelatih, tanpa sponsor, dan tanpa alat modern. Hanya keyakinan dan tekad.
*Satu hal yang dia miliki, dan dunia tidak: cara pandang yang berbeda. Dia tidak menerima mentah-mentah batasan yang ditanamkan oleh masyarakat.*
Hari itu, 6 Mei 1954, di Oxford, Inggris. Cuaca berangin dan dingin. Banyak orang menyarankan Roger untuk menunda percobaannya. Tapi dia tahu, ini bukan soal cuaca—ini soal momentum.
Didampingi dua teman pelari sebagai pacemakers untuk menjaga ritme, Roger berlari sekuat tenaga, menantang semua opini, data medis, dan dogma dunia. Ketika komentator mengumumkan hasil waktunya, suara sorakan langsung pecah:
“Tiga menit… lima puluh sembilan koma empat detik!”
Tembok empat menit itu runtuh.
Dan inilah yang menarik: dalam 46 hari setelah Roger mencetak sejarah, John Landy, pelari asal Australia, juga berhasil menembus batas itu. Setahun kemudian, lusinan pelari lainnya mengikuti.
Apakah mereka tiba-tiba lebih kuat secara fisik? Tidak.
Yang berubah adalah keyakinan mereka.
Sampai saat itu, penghalang itu bukan di kaki mereka—tapi di kepala mereka. Begitu ada orang yang membuktikan bahwa itu bisa dilakukan, batas itu kehilangan kuasanya.
Bukankah begitu juga dengan hidup kita?
Seringkali, kita tidak maju bukan karena kita tidak mampu, tapi karena kita percaya bahwa kita tidak mampu. Ada suara-suara di sekitar kita, kadang dari keluarga, lingkungan, bahkan dari dalam diri sendiri, yang berkata:
"Sudah terlambat."
"Kamu bukan siapa-siapa."
"Kamu tidak cukup pintar."
"Itu mustahil dilakukan."
Roger Bannister tidak menunggu semua orang setuju. Dia tidak butuh semua kondisi ideal. Dia hanya butuh satu hal: keyakinan bahwa batas itu bisa dirobohkan.
Firman Tuhan berkata bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari sesuatu yang tidak kita lihat.
"Artinya, kita harus melihat terlebih dahulu dengan mata iman sebelum bisa mengalaminya dalam dunia nyata."
Kisah diatas sedikit mirip dengan "Keyakinan" atau iman aku saat menyetujui untuk ikut serta dalam rencana pendakian Gunung Kerinci via Kersik Tuo, 22 - 23 Agustus 2025.
Gila! Gunung tertinggi kedua di Indonesia, yang dikenal dengan Puncak Indrapura (3805 mdpl) dan di daki hanya dengan 2 (dua) hari saja? Itu adalah penggalan kalimat yang juga terlintas dikepala dan ber kalkulasi berapa banyak latihan untuk mencapai, apakah siap, apakah mampu dan lain sebagainya.

Saat itu, oma menghadapi tembok penghalang yang kelihatan mustahil yang untuk oma lakukan hanya, ingatlah kisah Roger Bannister diatas tadi.
Jangan tunggu semua orang mengerti. Jangan tunggu orang melakukan untuk kita. Jangan lelah untuk mencoba apabila yakin bahwa itu adalah baik. Jangan tunggu cuaca sempurna. Lakukan saja bagian kita—percaya, melangkah, dan bertahan.
Itu yang akhirnya oma coba yakinkan dalam diri oma, disaat oma juga harus membangun "mood" oma untuk Yakin bahwa pilihan oma untuk mendaki Puncak Indrapura adalah Tepat!
Sebagai seseorang yang ingin selalu berpikir positif, oma terus mencoba membangun "keyakinan" diri oma bahwa oma BISA!
Karena seringkali mujizat datang bukan dari kekuatan kita, tapi dari keberanian kita untuk percaya dan bertindak sebelum kita melihat hasilnya.
Hari itu, tanggal 22 sampai 23 Agustus 2025, mungkin “batas 4 menit” beberapa versi kita adalah hutang yang menggunung, hubungan yang retak, penyakit yang belum sembuh, atau impian yang terasa terlalu tinggi dan untuk oma adalah "summit" Puncak Indrapura. Tapi jangan biarkan batas itu jadi kuburan bagi panggilan Tuhan dalam hidup kita.
Jika kita berani percaya bahwa penghalang itu bisa roboh, dan mulai melangkah, seperti Roger Bannister… dunia pun akan tercengang melihat kita berlari melampaui semua batas.
Karena dalam Tuhan, tidak ada hal mustahil—selama kita mau percaya. Itulah yang akhirnya terjadi tanggal 23 Agustus 2025 pukul 7.45 wib akhirnya oma BERHASIL "summit" Puncak Indrapura!
Oma mematahkan "mental block" dari pikiran oma dalam setiap langkah dan hembusan nafas.
Oma meyakini bahwa "hiking" khususnya "summit" Puncak Indrapura ini harus berstrategi khususnya mental karena ini adalah permainan mental antara suara bisikan untuk ngaso atau istirahat saat melangkah mendaki atau terus melangkah dan memaksa fisik.
Beberapa foto keindahan alam Gunung Kerinci:


Itulah kondisi oma sebelum summit dan saat melangkah dari camp Shelter 3 di ketinggian 3500 mdpl.

Demikian juga dengan sahabat-sahabat explorer yang mana mereka telah mencapai Puncak Indrapura dan menunggu oma! sampai batas waktu yaitu pukul 8.00 wib. Mereka teriak! Bersuara! Seakan Tuhan bersuara melalui mereka bahwa oma BISA!
Mencapai Batu Gantung, dan Tugu Yudha, disitulah real mental block yang terjadi dan pikiran oma yang ingin kembali saja karena mengingat waktu sebentar lagi pukul 8! Hanya, TEMBOK itu oma PATAHKAN! dengan oma terus melangkah pelan tapi terus memaksa kaki ini melangkah dan tiap 2 (dua) langkah mengambil nafas dalam serta berhenti tiap 10 (sepuluh) meter untuk menyegarkan mental dan melihat keindahan alam dari atas! Kedua porter yang bersama oma terus bersuara untuk melangkah normal seperti itu karena Puncak sisa 5 (lima) menit lagi!






~Theodore Roosevelt.
"Percaya bahwa kamu bisa, itu sudah setengah jalan menuju keberhasilan."
Just Do It! - Lakukan Saja! Coba Dahulu!
Jangan bilang tidak bisa sebelum mencoba!
Itu beberapa kalimat yang oma terus tanamkan dalam pikiran oma, untuk membangun keyakinan oma seperti halnya Roger Bannister...dan disaat bersamaan terus menopangnya dengan DOA!
Karena tanpa seijin dan perkenanaan Tuhan, oma sulit rasanya mencapai Puncak Indrapura.
Tuhan berkenan dengan memberikan cuaca yang sangat baik! Walau di awal diberitahu cuaca akan hujan dan oma bawa dalam doa meminta Tuhan memberikan cuaca yang bagus dalam perjalanan oma mendaki Gunung Kerinci dan diberikanNya!
Oma juga diberikan kekuatan dan perlindungan luar biasa, lewat rekan-rekan tim dan "supporting system" khususnya porter-porter yang bersama oma: Andika, Pak Haji, Awil dan Macan. Mereka sungguh luar biasa! menjaga oma sampai oma tiba di pintu rimba pukul 19.00 wib saat kembali. Mereka adalah tangan Tuhan untuk oma.
Tuhan Engkaulah Penebusku
Tuhan Engkaulah Penolongku
Tuhan Engkaulah Yang Memegang Tangan ku
Tuhan Engkau Tidak Akan Meninggalkanku
Keyakinan dan kekuatan oma di berikan Nya!
Terima kasih Tuhan!
Terima kasih tim bp Explorer!
Terima kasih tim MFI!
Terima kasih tim Trekking Indrapura!
Sampai jumpa di petualangan selanjutnya genks!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI