Mohon tunggu...
Tati Magdalena Sahea
Tati Magdalena Sahea Mohon Tunggu... Profesional SDA (Energy), Pemerhati Maritim, Sosial Budaya dan Politik

An Ordinary and simple person…who loves God and Happiness…Mother of twins teenager whom Root Culture from Bumi Porodisa, Nusa Utara (Nanusa, Karatung Island) and Enrekang (Duri Cakke) Sulawesi Selatan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Barrier In Head - Summit Puncak Indrapura (Mount Kerinci) 23 August 2025 - 7.45 wib

25 Agustus 2025   12:58 Diperbarui: 25 Agustus 2025   13:14 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"No Poison Can Kill A Positive Thinker, And No Medicine Can Save A Negative Thinker"

Yes, itulah sepenggal kalimat yang melintas dikepala saat pagi dini hari pukul 4 wib berangkat mencoba summit volcano tertinggi di South East Asia / Indonesia - Puncak Indrapura (Kerinci) di 3805 mdpl, tanggal 23 Agustus 2025.

Gunung Kerinci sungguh GAGAH dan memiliki karakter majesty tersendiri dibanding Gunung Rinjani yang terlihat CANTIK, KOKOH walau kadang MENYERAMKAN!

Ternyata Gunung Kerinci menurut legenda adalah "abang" dari Gunung Rinjani.
Itulah kenapa Gunung Kerinci terlihat Gagah, Megah dan Kokoh, sedangkan Gunung Rinjani terlihat Cantik, Elegant dan memiliki daya tarik yang sangat kuat sebagai "perempuan".

Penghalang Itu di Kepala Kita” — Kisah Roger Bannister, Pemecah Batas Empat Menit

Selama puluhan tahun, dunia percaya bahwa tidak ada manusia yang bisa berlari sejauh satu mil (1,609 km) dalam waktu kurang dari 4 menit. Para pelatih, dokter, dan ilmuwan sepakat: secara biologis, tubuh manusia tidak mampu. Jika dipaksa, jantung bisa meledak. Itu kata mereka.

Keyakinan ini begitu kuat, sehingga tak seorang pun berani membantah. Hingga datanglah seorang mahasiswa kedokteran bernama Roger Bannister, yang berpikir: “Kalau memang tidak mungkin, kenapa tidak saya coba sendiri?”

Roger bukan pelari profesional. Latihannya pun seadanya. Di tengah kesibukan kuliah, dia menyempatkan waktu berlatih sendiri—tanpa pelatih, tanpa sponsor, dan tanpa alat modern. Hanya keyakinan dan tekad.
*Satu hal yang dia miliki, dan dunia tidak: cara pandang yang berbeda. Dia tidak menerima mentah-mentah batasan yang ditanamkan oleh masyarakat.*

Hari itu, 6 Mei 1954, di Oxford, Inggris. Cuaca berangin dan dingin. Banyak orang menyarankan Roger untuk menunda percobaannya. Tapi dia tahu, ini bukan soal cuaca—ini soal momentum.

Didampingi dua teman pelari sebagai pacemakers untuk menjaga ritme, Roger berlari sekuat tenaga, menantang semua opini, data medis, dan dogma dunia. Ketika komentator mengumumkan hasil waktunya, suara sorakan langsung pecah:

Tiga menit… lima puluh sembilan koma empat detik!
Tembok empat menit itu runtuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun