Mohon tunggu...
Tatan Tawami
Tatan Tawami Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Pemula

Belajar menulis untuk mengekspresikan ide dan membahasakan citra mental

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segitiga Kania

18 September 2022   10:35 Diperbarui: 18 September 2022   10:39 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dewi Kania ..." terdengar seorang staf administrasi memanggil namanya. Tandanya sekarang adalah gilirannya untuk diwawancara. "Silahkan masuk saja, Pak Satria sedang mengambil minum di ruangan sebelah, nanti segera menyusul" Staf tersebut mengarahkan. Di Kantornya, Jaka lebih dikenal dengan nama tengahnya, Satria, kependekan dari Sinatria, Jaka Sinatria Utama nama lengkapnya.

'Terima kasih" Jawab Kania pelan.

Tak lama, keluarlah Jaka dari pintu ruangan sebelah sambil terdengar suaranya berbicara lewat ponselnya dengan orang lain "Muhun, Insha Allah enjing senen disanggakeun lampiranna". Pintu pun dia buka dengan punggungnya karena satu tangan lainnya memegang cangkir minumannya, membelakangi Kania. Secara refleks, Kania membereskan posisi duduknya dan bersiap untuk diwawancara, berdiri. Jaka kini mulai membalikkan badannya berjalan ke arah Kania. Kania mencoba melihat pada pewawancara. 

Saling menatap, terkesiap, lama saling diam. Masing-masing tidak tahu bagaimana saling menyapa dalam ketidaksiapan ini, masing-masing menahan debaran yang mengguncang tiba-tiba. Jaka kemudian coba menguasai dirinya, menyimpan gelas di tangan kanannya ke atas meja, lantas menyodorkannya untuk menyalami Kania. Ponsel di tangan kirinya dimasukkan di saku kemejanya. Menjabat tangan, sikap umum yang dia perlihatkan pada semua yang diwawancara hari ini. Saat tangan Kania meraih tangan Jaka, keduanya sama-sama makin tak bisa berkata-kata, hanya saling menatap.

"Apa kabar, Kania? Akhirnya ketemu juga" Tanya Jaka pelan, gemetar, tangannya berkeringat dingin. Pun Kania. "Ini hanya pertanyaan biasa, kamu hanya tinggal menjawab baik lalu tanya kembali kabarnya gimana" gumam Kania penuh gejolak.

"Jaka,...ke mana saja" Jawab Kania pelan tanpa bisa menahan emosinya. Matanya berkaca-kaca. Entah bahagia, sedih, atau rasa apa pun yang ada di antaranya. Kania tidak bisa berkata-kata, perasaannya tidak bisa menjadi kata-kata; semua emosi seperti tercampur di sana, rasa yang hanya bisa dipulihkan dengan penjelasan. Tangannya masih menggenggam tangan Jaka.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun