Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perantau

setiap kata- kata punya nyawa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sudah Kerja Keras, Sabar Berkepanjangan, dan Mengalah, Lalu Kapan Kayanya?

19 Mei 2019   22:06 Diperbarui: 20 Mei 2019   04:52 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Penulis (yang berambut panjang) dan temannya | Dokumen Pribadi

Entah itu karena mendapati masalah\ teledor, dihantui rasa bosan, memutuskan untuk pindah, sengaja mau mencoba hal yang baru, sempat juga pulang Indonesia selama kurang lebih satu tahun, dan akhirnya kembali ke Hong Kong lagi pada tahun 2016.

Uniknya walau kita telah lama tidak bertemu, jika kita curhat- curhatan antara aku dan temanku ada beberapa persamaan. Yaitu rasa- rasanya kita masih sama- sama harus berjuang dari nol besar lagi. Temanku ditahun sebelumnya lebih banyak menghabiskan hasil kerjanya untuk membiayai adiknya sekolah. Sedangkan aku dalam posisi kerjaanku pindah- pindah , selain dikirim ke orang tua, hasil kerjaku aku gunakan untuk membiayai adikku mengais ilmu juga.

"Hi Say, kamu ngerasa nggak sih kita ini aslinya udah mati- matian kerja. Bertahun- tahun pula, tapi kita nyadar kalau belum punya apa- apa. Kerja keras sudah, sabar sudah, mengalah sudah! Tapi kok belum kaya- kaya juga ya?", cetusku.

'Iya, aku juga heran. Sebenarnya aku sudah nggak mau lagi lho jadi TKW. Tapi ya karena tadi sudah terlanjur beli sebidang tanah dan belum dibayar sepenuhnya, pakai namaku pula. Ya mau nggak mau aku yang bertanggung jawab to ya. Nginget kalau kerja di Indonesia paling aku bisa apa? Kamu tahu sendirilah..."

"Hmmm...Yang jelas ditahun kemarin itu memang kita sedang sama- sama berkorban ya. Kerja dikuat- kuatin demi bantu bayar sekolah adik kita biar masa depannya cerah, masa depan keluarga kita juga baik."

"Sekarang aku sudah agak lega habis adikku lulus dan bekerja sekarang..."

"Aku juga merasa lega adikku dah lulus dan kerja, sekarang tinggal waktu kita buat fokus menabung untuk modal usaha."

Jika tanpa kekuatan dari dalam yang tinggi, aku dan temanku pasti sudah putus asa dan tidak mau bekerja di luar negeri. Sebab di sini kita kerja sepenuh waktu hanya untuk ngurusi pekerjaan rumah beserta tetek- mbengeknya, kebebasan hidup dibatasi, dan kebanyakan aturan. 

Kerja sudah maksimal, kenyataannya aku dan temanku masih berjuang dari awal kembali untuk "menatih mimpi" yang pernah dimimpikan sebelumnya. Dikarenakan harus mengalah dulu untuk mau menerima kenyataan hidup.

Pertemuan bersama temanku hari ini kurasakan amat sangat mengesankan, sejak jam setengah sebelas pagi hingga setengah enam sore, kita telah  ke Masjid bareng, jalan- jalan bareng, selfi- selfi bareng selama di perjalanan Mall, mengunjungi Museum yang bersebelahan dengan laut, beli jajanan bareng buat di bawa ke rumah dan tentunya di sela- sela semua itu aku menyelipkan kata- kata penguatan untuknya.

"Well, aku dan kamu senasib ya Say. Kita kerja udah metenteng banget. Entah uangnya pergi ke mana, kita sama- sama nggak punya catatan. Yang jelas beberapa uang larinya ke Ortu, ke adik, dan kebutuhan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun