Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perantau

setiap kata- kata punya nyawa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sudah Kerja Keras, Sabar Berkepanjangan, dan Mengalah, Lalu Kapan Kayanya?

19 Mei 2019   22:06 Diperbarui: 20 Mei 2019   04:52 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Penulis (yang berambut panjang) dan temannya | Dokumen Pribadi

Nggak usah menyalahkan dirimu soal kamu dulu ngabisin uang buat beli baju atau makanan yang kamu sukai. Kamu berhak mengapresiasi dirimu sendiri kok, kan udah kerja susah payah boleh dong kita happy sejenak. Kalau nggak kita sendiri yang ngasih kayak gitu, terus kita mau ngandalin siapa lagi, ya kan?"

Temenku mendengarkanku sambil tersenyum, dan aku lanjut nyerocos lagi...

"Say, kalau tetangga kita atau pun orang yang tahu kita di luar negeri ini, kebanyakan dari mereka sukanya ngoreksi kita dari yang nampak doang kan ya... Hati- hati Say, kita kalau bisa jangan gampang kemakan omongannya mereka. Soalanya mereka itu bagaikan cermin buat kita, dan kita adalah cermin buat mereka. Jadi kalau kita nggak punya pendirian hidup ya pasti bawaannya mau menilai orang lain melulu, maunya ngasih komentar hidup orang dan asal njeplak.... 

Kalau pun kita pada akhirnya diberi kemampuan lebih, mbendingan hidup kita biasa aja Say, nggak usah ditunjuk- tunjukin kita punya apa. Terus yang lebih penting lagi, selama di sini mari kita gunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Di sini kita belajar melatih mental kita biar nggak panikan untuk menghadapi segala situasi yang naik turun. Kita harus semangat Say"

"Iya Neng...., selama setahun di rumah kemarin tiap aku keluar ketemu orang kok kurasakan mereka seperti mau mengontrol aku ya, hmmm. Tetap aja aku nggak terima kalau sampai ada orang yang merendahkan orang tuaku, aku tetap berani ngomong dan mbela orang tuaku!"

Dalam hatiku, aku menilai temanku sudah hebat. Dia telah berkorban untuk keluarganya. Bisa bertahan bekerja di sini menghadapi lika- liku sebagai pekerja di luar negeri, kuat melawan rasa sepi dan bosan. Memang pada kenyataannya jika kita mau mengubah nasib atau melakukan sebuah perubahan semuanya mesti ada yang dikorbankan/diperjuangankan.

Dari ceritaku dan temanku diatas didapatkan kesimpulan bahwa sekuat apapun pekerjaan yang telah mampu kita lakukan, unuk betul- betul mencapai kejayaan tetap harus melalui proses. 

Barangkali kita mampu mendapatkan uang hasil dari yang kita kerjakan, bagaimana pun juga uang tidak eksis. Uang bisa hilang dan habis sewaktu- waktu. 

Jadi sebaiknya, dimana pun kita bekerja dan berada tetap gunakan ruang dan waktu itu sebagai peluang menimba ilmu yang baru supaya wawasan dan pola pikir kita semakin berkualitas.

Ngomong- ngomong menjadi TKW di luar negeri dari segi positif yang bukan uang itu teramat banyak kalau kita( yang menjalani) bisa merasakannya. Seperti misalnya bisa mengetahui budaya di sini pastinya, jadi tahan banting kalau direndahkan sama majikan atau orang yang suka nyinyir, bisa punya ketrampilan untuk menghadapi orang dengan berbagai macam karakter, bisa punya ketrampilan dalam menata rumah, membersihkan, memasak, menyeltika atau pun pekerjaan rumah lainnya. 

Yang jelas menjadi pekerja wanita di luar negeri bisa melatih mental untuk mau mempercayai diri sendiri lebih baik lagi, sebab luar negeri jauh dengan keluarga, kebergantungannya dengan orang sangat minim sekali(menjadi mandiri).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun