Ada yang tak biasa pada laman Kompasiana. Tombol kuning keemasan fitur Premium muncul di bagian header. Saat diklik muncullah tawaran fasilitas Kompasiana Premium.Â
Tertarik dengan tawaran sederet fasilita berupa bebas iklan, draft tak terbatas, fitur pratinjau, akses lebih cepat, dan fitur jadwal penayangan - saya pun memutuskan untuk mendaftar. Caranya pun mudah. Tinggal pilih paket yang sesuai, pilih metode pembayaran, dan lakukan pembayaran. Dalam sesaat fasilitas layanan premium Kompasiana langsung bisa dinikmati.
Kali ini Saya memilih metode pembayaran dengan QR Code. Caranya yang simpel adalah alasannya. Tinggal buka aplikasi dompet elektronik (e-wallet) di smartphone, pindai QR Code, akhiri dengan klik tombol persetujuan atas nominal pembayaran - dalam hitungan detik transaksi terlaksana.
Tak cuma pembeli, pedagang pun dimudahkan. Yang pasti, pedagang tak perlu pusing menyediakan uang kembalian.
Tapi dibalik alasan praktis, cepat, dan aman, ada faedah lain yang didapatkan dari kebiasaan melakukan transaksi non tunai. Pertama, transaksi non tunai berarti turut membantu negara menghemat anggaran pencetakan uang kartal.Â
Kedua, membatasi penggunaan uang kartal alias diet uang kartal adalah cara lain untuk berpartisipasi dalam program pemerintah membangun ekosistem ekonomi digital.Â
Hemat Anggaran
Pembuatan uang kartal membutuhkan biaya tidak sedikit. Mengutip pejabat Bank Indonesia sebagaimana dimuat Detik, biaya pencetakan uang kartal selama satu tahun dianggarkan sebesar Rp 3.5 Triliun (4/2/2015).
Mahalnya biaya disebabkan bahan bakunya menggunakan kertas khusus impor. Selain itu dipengaruhi juga oleh teknologi unsur pengaman, kerumitan desain, dan proses cetak yang membutuhkan tingkat keakuratan tinggi
Rutin mencetak, rutin pula Bank Indonesia memusnahkan uang. Mengacu pada PBI Nomor 22/1/PBI/2020, jumlah nominal uang Rupiah yang dimusnahkan tahun 2019 mencapai Rp 205 Triliun.