Mohon tunggu...
Tarisha Andhera
Tarisha Andhera Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

saya 🙋

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Tekad

9 Februari 2021   18:34 Diperbarui: 9 Februari 2021   18:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Terdengar suara rintihan tangis ibu di kamar. Ia menangis mendengar aku akan meninggalkan nya. Aku bingung, bagaimana bisa mengejar mimpi jika tidak ada restu orang tua. Setelah berbulan-bulan bekerja sampingan sembari mengumpulkan modal untuk pergi ke ibu kota jikalau suatu saat ibu merestuinya. Akhirnya ibu mengizinkan aku untuk pergi ke ibu kota. Aku bersiap-siap menyiapkan perbekalan untuk dibawa kesana.

Sesampainya di ibu kota. Aku melihat kendaraan-kendaraan mewah berseliweran di jalan. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapi, keren dan berdasi. Aku ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki banyak uang yang banyak. Pada saat itu aku menggantung kan cita-cita ku setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad di azamkan dalam hatiku.

Dengan modal yang sudah aku kumpulkan ternyata tidak cukup untuk tinggal di ibu kota, akhirnya sisa dari simpanan uang, aku gunakan untuk berdagang. Aku menjadi pedagang asongan yang menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan mengarungi kerasnya kehidupan ibu kota. Usaha daganganku laku keras, namun ketika sudah menuai hasil. Ternyata tuhan memberi cobaan, ketika petugas penerbitan datang, daganganku dilempar dan diinjak-injak hingga jatuh ke lumpur. Untung saja teman-teman dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain beramai-ramai membersihkan daganganku.

Uang dari hasil berdagang aku pakai untuk biaya lamaran pekerjaan. Aku mengirimkan lamaran pekerjaan ke setiap gedung bertingkat. Lalu tak lama, tiga hari kemudian datang surat yang menyatakan bahwa aku diterima menjadi OB disalah satu perusahaan bank. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.

Selain menjadi Office Boy, aku juga biasa membantu para pegawai atau staf sambil bertanya mengenai istilah-istilah bank yang rumit untuk menambah wawasan. Walaupun terkadang diantara mereka ada yang menertawakan atau sang staf sampai mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai "Ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja".

Sampai akhirnya aku sedikit demi sedikit familiar dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll. Suatu saat aku tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Saat itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore aku sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajariku. Akhirnya aku pun mahir mengoperasikan mesin foto kopi.

Dan tanpa ku sadari pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya aku yang bisa menggantikannya, sejak itu aku resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi. Sebuah prestasi yang bisa aku capai, namun aku belum puas, aku harus terus belajar.

Suatu ketika ada seorang staf yang memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Aku mencoba menawarkan diri untuk membantunya. Sang staf mewanti wanti agar berhati-hati dan teliti saat mengerjakannya atau tidak aku akan dipecat. Akhirnya aku diberi setumpuk dokumen, tugasku adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil aku membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut aku tidak sekedar mencap, tapi sambil membaca dan mempelajari dokumen yang ada.

Berkat ilmu yang di dapatkan dari membantu para staf dan pegawai, pejabat di perusahaan akhirnya mengangkat ku sebagai pegawai di bank. Tak jarang banyak rekan kerja yang mencibir karena dianggap tidak konsisten dengan tugas.

"Jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga." begitu rekan sesama OB menggugat.

Namun aku tidak patah semangat, aku selalu mengasah keterampilan dengan membantu orang karena hanya lulusan SMA aku tidak memiliki materi. Tidak ada perjuangkan yang menghianati hasil, sampai karir ku melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staf yang mengajari ku tentang istilah bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun