Oleh: Tarmidinsyah Abubakar
Kordinator Presidium GAA
(Global Aceh Awakening)
Pagi hari di Aceh Selatan, ratusan masyarakat berdiri berjam-jam di bawah panas matahari demi mendapatkan beras murah dari program Gerakan Pangan Murah (GPM). Mereka bukan pemalas. Mereka hanya miskin. Dan mereka bukan bodoh. Tapi mereka dibodohi oleh sistem yang dikelola oleh elite brengsek yang hidup dari pajak rakyat.
Beras 5 Kg dari pemerintah hari ini menjadi penyelamat perut rakyat. Tapi di gedung-gedung pemerintahan, para politisi justru sedang berebut jatah Rp 6,7 miliar uang negara untuk partai politik yang tidak jelas fungsinya selain mengamankan kekuasaan sendiri.
Rakyat antri beras.
Politisi antri jabatan.
Dan negeri ini tidak sedang baik-baik saja.
Untuk Apa Tambah Dana Parpol?
Apa fungsi partai politik hari ini? Apakah mereka mendidik rakyat? Tidak.
Apakah mereka mencerdaskan kehidupan berbangsa? Sama sekali tidak.
Partai politik sekarang adalah pabrik perekrutan penjilat kekuasaan. Mereka hanya pintar bersiasat untuk mendapat kursi, lalu bagi-bagi jabatan ke keluarga, kroni, atau mantan kombatan yang tidak pernah belajar bernegara.
Sementara itu, ketua umum partai sendiri banyak yang tidak mengerti dasar konstitusi, tidak paham fungsi parlemen, apalagi berpikir tentang pembangunan jangka panjang. Mereka hidup dari subsidi negara yang semestinya digunakan untuk subsidi rakyat miskin.
Rakyat Disuruh Sabar, Elit Disuruh Serakah
Setiap kali rakyat protes soal mahalnya harga kebutuhan pokok, mereka disuruh sabar. Tapi elite politik tidak pernah diajarkan sabar. Mereka minta naik dana bansos, naik tunjangan pejabat, dan sekarang... naik dana partai!
Padahal partai tidak pernah hadir saat rakyat menderita. Mereka hanya muncul saat kampanye. Lalu hilang saat rakyat kelaparan.
Ini demokrasi palsu.
Ini bukan suara rakyat, tapi suara elite yang haus jabatan.
Mereka Tidak Tahu Malu
Bagaimana bisa mereka menambah dana partai saat harga beras, minyak, telur, dan gula terus meroket?
Bagaimana bisa mereka tidur nyenyak di atas kasur empuk ruang kerja mewah saat rakyat tidur di lantai rumah berdinding triplek?
Apakah mereka tidak punya hati nurani?
Jawabannya sederhana:
Mereka tidak malu. Karena mereka tidak punya rasa takut lagi kepada rakyat.
Ganti Sistem, Bukan Tambah Dana
Sudah saatnya kita menyadari: Demokrasi kita bukan sistem representatif, tapi sistem pengkhianatan. Yang berkuasa bukan rakyat, tapi partai.
Solusinya bukan menambah dana parpol.
Solusinya adalah mengembalikan politik kepada rakyat.
Beri ruang bagi rakyat independen untuk masuk ke parlemen.
Beri panggung kepada intelektual, aktivis, pemikir, petani, nelayan, dan guru-guru jujur.
Kita tidak butuh partai yang hanya tahu bagi-bagi jabatan.
Kita butuh pemimpin yang mengerti bahwa perut lapar rakyat lebih penting dari perut kenyang elite.
Rakyat Harus Melawan
Jika rakyat terus diam, maka elite akan terus menjajah.
Saatnya kita sadar bahwa demokrasi adalah alat perjuangan, bukan alat untuk menjarah uang negara.
Rakyat Aceh, rakyat Indonesia:
Bangkitlah. Lawan demokrasi palsu. Usir penjajah berkedok partai. Tegakkan kembali kedaulatan rakyat.
"Negara ini bukan warisan partai politik, tapi milik rakyat.
Maka yang harus mengatur negeri ini adalah rakyat, bukan elite partai."
Jika setuju, sebarkan artikel ini. Jika takut, teruslah antri beras dan biarkan anak cucumu hidup miskin seperti kamu.
#RakyatAntriBeras
#PolitisiAntriJabatan
#DemokrasiPalsu
#AcehBangkit
#GAA
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI