Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Direktur Konsultan Bisnis dan Politik

Menjalankan aktivitas sehari hari dengan berpangku pada Tuhan Yang Maha Esa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Model Kepemimpinan Fir'aun, Demokrasi Kamuflase di Indonesia

6 Februari 2024   09:28 Diperbarui: 6 Februari 2024   11:04 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Firaun Kompas.com

Misalnya terbangun kelompok oligarkhi yang jelas-jelas menentang sistem politik demokrasi, kemudian presiden disebutkan melakukan kebijakan Cawe-cawe dalam politik pemilihan presiden dan banyak ketidakwajaran yang berlaku akhirnya rakyat terpaksa menerima perlakuan dari pemimpin mereka dalam pemerintahan sekedar menurunkan derajatnya sebagai penerima manfaat sebagaimana dalam kehidupan sistem otoritarian yang lama dijalani rakyat Indonesia dimasa Orde Baru.

Lebih aneh lagi setengah dari rakyat Indonesia menganggap wajar dan normatif prilaku anti demokrasi dalam menjalankan pemerintahan terutama dalam sepuluh tahun belakangan ini. Hal ini tentu disebabkan oleh faktor budaya hidup rakyat Indonesia yang masih didominasi oleh prilaku feodalisme meskipun aturan hidupnya sudah berubah dalam sistem demokrasi sejak tahun 1998.

Apakah anda tahu masih banyak dari tokoh politik dan pejabat negara Indonesia yang memegang kuat status quo yang anti demokrasi dan masih senantiasa memuja-muji cara hidupnya dalam kepemimpinan otoritarian dimasa lalu yang masih terasa kepemimpinan tersebut pada kepemimpinan Orde Baru yang telah kita lewati selama Tiga Puluh Dua tahun lamanya. Kelompok demokrasi munafiq tersebut juga masih nyaman tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat.

Sadarkah rakyat Indonesia selama menjalani hidup yang apolitis, tanpa demokrasi, tanpa memikirkan dan melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang sesungguhnya mereka telah menyerahkan kehidupannya bergantung pada orang lain sepenuhnya untuk menentukan nasib hidupnya. Bukankah mereka menyetujui menjalani hidup sebagaimana kepemimpinan Firaun yang dibenci oleh mayoritas Islam.

Bukankah rakyat yang tidak memahami hak dan kewajibannya sebagaimana memahami hak azasinya tidak berbeda dengan kehidupan yang merendahkan harkat dan martabat sebagai manusia yang memenuhi syarat sebagai warga suatu negara. Jika derajatnya dalam politik lebih rendah dari standar tersebut maka kepemimpinan pada manusia selevel ini ibaratnya sejajar dengan kepemimpinan sekawanan binatang sebagaimana diibaratkan domba dalam agama tertentu.

Mari kita gunakan logika berpikir secara normal jika rakyat apolitik dalam suatu negara maka apa yang dilakukan dan dipikirkan dalam aktivitas rakyat dan apa yang dilakukan oleh pemimpin negaranya?

Menurut hemat penulis yang dapat dilakukan oleh rakyat adalah bekerja untuk mempertahankan hidupnya meski tanpa hak mempertanyakan kemana arah mereka melakukan aktivitasnya secara fundamental selain secara tehnis yakni kerja, kerja, kerja sebagaimana slogan yang sering kita dengar dalam sistem demokrasi di negeri kita.

Lantas apa yang terjadi dilevel rakyat pintar yang cukup mengetahui dan memahami hak hidup sebagai warga negara yang mumpuni? Yang terjadi terhadap mereka adalah pembungkaman jika dianggap riskan dan berbahaya terhadap kekuasaan bahkan sampai terjadi penghilangan nyawa mereka dengan dalih demi keamanan negara.

Lantas apa yang terpikir oleh pembaca terhadap kekuaaaan otoriter yang pragmatis  seperti penulis terangkan diatas?

Bukankah atas nama negara dan tergantung siapa yang mengendalikan dan menterjemahkan maka mereka boleh melakukan sesuatu hukuman terhadap warga negara lain sebagaimana kehendaknya. Rakyat hanya diposisikan menjadi objek dalam menegakkan negara.

Sejarah telah berulang kali memberi pelajaran kepada rakyat kita terutama di negara-negara Asia Tenggara, misalnya ketika Ferdinand Marcos berkuasa, calon pemimpin Philipina lainnya Aquino terbunuh yang kemudian rakyat melawan dan menggulingkan presiden Marcos. Lantas rakyat memberi mandat kepada  istrinya Corazon Aquino untuk menjadi presiden Philipina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun