Mohon tunggu...
Tanjung Sari Puji Rahayu
Tanjung Sari Puji Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Penulis amatir yang suka menjadi pengamat bidang kebijakan publik, hukum, sosial dan politik. Penulis yang suka tantangan untuk menulis segala jenis tulisan, fiksi dan non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seleksi Guru PPPK 2021: Sebuah Elegi

18 September 2021   07:22 Diperbarui: 18 September 2021   07:30 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tahun 2021 seleksi PPPK kembali digelar, bersamaan dengan seleksi CPNS di berbagai kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya, termasuk di lingkungan Kemendikbudristek. Ada angin segar yang sempat membawa optimisme bagi para guru honorer, ketika pemerintah mengumumkan kuota rekrutan baru, sebanyak satu juta orang. 

Gaji dan tunjangan guru PPPK memang jauh lebih menjanjikan daripada sebagai guru honorer, yang bervariasi di kisaran sekitar 1,700,000 hingga 6,700,000 per bulan, sesuai dengan golongan dan fungsinya. Sedangkan pendapatan yang mereka peroleh sebagai guru honorer yang berkisar antara 500,000 sampai dengan 1,000,000. Di beberapa daerah bahkan hanya mencapai 300,000. Itupun kadang tersendat, ketika pencairan dana BOS mengalami kendala. Sehingga tak heran banyak tenaga guru honorer yang kemudian memiliki pekerjaan lain, untuk memastikan agar dapur mereka tetap mengebul, sampai honor mereka cair. 

Jangan pernah bandingkan gaji guru honorer dengan gaji seorang anggota dewan seperti yang viral menjadi perbincangan belakangan ini. Sungguh suatu ironi, yang benar-benar mengganggu akal sehat. 

DKI Jakarta tercatat sebagai salah satu daerah yang paling memuliakan guru honorer. Pemerintah daerah menetapkan bahwa gaji guru honorer minimal harus sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Regional di DKI Jakarta.

Seperti dilansir oleh Detik.com, 19 Agustus 2021, tahun ini pendaftar seleksi guru PPPK tercatat mencapai sekitar 900,000 peserta, dengan rentang usia peserta adalah antara 20 - 58 tahun. Usia yang sebentar lagi harusnya memasuki usia pensiun. 

Namun, walaupun kuota yang tersedia mencapai satu juta, akan tetapi tidak berarti bahwa semua pendaftar akan langsung lulus seleksi secara otomatis. Ada serangkaian uji seleksi yang harus mereka lalui, dari mulai seleksi administratif hingga uji kompetensi. 

Optimisme yang sempat mengemuka menjadi rasa cemas, karena tingginya passing grade dari uji kompetensi yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek. Nilai kelulusan berkisar antara 260-325 poin tergantung dari posisi guru yang diinginkan, sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran. 

Menyimak pemberitaan di beberapa media online, banyak peserta seleksi, terutama mereka yang telah berusia lanjut mengalami kegagalan untuk melampaui skor nilai kelulusan yang ditentukan oleh Kemendikbudristek. Ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab kegagalan mereka. Antara lain gagap teknologi, karena kadang fasilitas pengadaan komputer sekolah yang tidak merata dan kurang pahamnya peserta tentang berbagai pertanyaan teoritis yang menjadi bahan ujian. Bayangkan ketika mereka yang belum terpapar teknologi, tiba-tiba harus menghadapi ratusan pertanyaan yang bersifat teoritis dan tidak langsung menyentuh pada fakta yang sehari-hari mereka hadapi di lapangan. Belum lagi mereka harus menyelesaikannya dalam waktu yang sudah ditentukan, pastinya memberi tambahan beban mental bagi mereka. 

Padahal mereka sudah mengabdi puluhan tahun sebagai guru honorer. Belum lagi perjuangan yang harus mereka lalui untuk dapat mencapai lokasi ujian yang tidak mudah. Banyak dari mereka yang harus melakukan perjalanan bagaikan  seorang ninja hatori. Mendaki gunung, melintasi lembah, menyeberangi sungai atau bahkan laut untuk mencapai lokasi ujian. 

Tiba di lokasi tujuan, mereka masih harus mencari tempat untuk sekedar berteduh, sambil menunggu waktu berlangsungnya ujian, dengan bekal seadanya. Ketentuan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat, mengharuskan mereka merogoh kocek cukup dalam untuk menjalani tes PCR, yang berkisar antara 100,000 hingga 150,000. Nominal yang tidak kecil bagi mereka. 

Pemerintah memang meberikan kesempatan kesempatan hingga sebanyak dua kali, bagi mereka yang gagal. Namun, ini  tetap menjadi fakta yang sungguh menyesakkan, karena ada beberapa yang tahun ini merupakan kesempatan terakhir bagi mereka untuk mengikuti seleksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun