Identitas umum mesjid asasi
Kota Padang Panjang terkenal dengan desa / kampung wisatanya yang masih asri. Desa atau kampung yang akan dikiatkan menjadi salah satu kampung wisata yaitu kampung Sigando. Kampung ini hadir menawarkan sebuah wisata religi dan budaya. Kampung ini terdapat sebuah mesjid Asasi Sigando yang mana mesjid ini adalah mesjid tertua ke 2 di Minang kabau. Dulunya bernama Surau Gadang berdiri pada tahun 1685. Mesjid Asasi berada di jurai Sigando nagari gunung Padang Panjang, masjid ini di bangun.oleh 4 nagari yang ada di jurai sigando, selain tempat sholat mesjid Asasi berfungsi sebagai surau dan untuk berbagai acara tradisi adat nagari gunuang mesjid ini memeliki ciri khas bangunan menyerupai rumah adat Minang kabau dan pada dinding-dinding mesjid ini terdapat ukiran-ukiran motif batik khas Minang Kabau. Kampung ini juga terdapat sebuah pesatren yang bernama Thawalib Gunung. Pada waktu tertentu di kampung Sigando selenggaran pergelaran kesenian anak nagari beserta pertemuan para datuak atau niniak mamak dari berbagai suku di nagari gunuang, pertunjukan silek, nari dan perlombaan MTQ.
Rumah Ibadah di Minangkabau tidak hanya menandakan bahwa orang. Minangkabau sangat religious, tetapi yang lebih penting adalah bahwa orang Minangkabau termasuk dalam katagori masyarakat multikulturalisme. Yang dimaksud dengan masyarakat multikulturalisme tidak hanya masyarakatnya yang plural, penekannya adalah kebijakan pemerintah kolonial terhadap seluruh aliran agama di ruang public. Melalui rumah ibadah kuno di Minangkabau, penelitian ini menemukan tiga hal. Pertama, penelitian ini menemukan tipelogi arsitektur masjid dan masjid secara cultural dipengaruh oleh budaya lokal seperti mesjid yang berarsitektur Bodi Caniago dan Kota Piliang.
Masjid Asasi terletak di Desa Sigando, Kecamatan Padangpanjang Timur, bangunan mesjid ini berada pada ketinggian 575 m di atas permukaan air laut, terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk. Di sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk, sebelah timur dengan Pondok Pesantren Thawalib Gunung, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan rumah penduduk.
Tahun berdiri
Dalam hal tahun pendirian mesjid ini ada dua pendapat.Pertama Menurut buku terbitan Kerapatan Adat Nagari, masjid. Ini berdiri pada tahun 1770.Kedua menurut penelitian orang Belanda mesjid ini berdiri pada tahun 1685 Pembangunan mesjid ini dikerjakan secara bergotong royong melalui swadaya masyarakat, dimana kayu pembangunan surau terutama untuk tonggak tuo (tiang macu) diambilkan dari hutan Gunung merapi. Setelah. Kayu-kayu tersebut diperiksa oleh tukang kayu yang akan mengerjakan pembangunan surau itu maka dinyatakan kayu itu mempunyai cacat, menurut kepercayaan masyarakat pada saat itu bahwa kayu yang mempunyai ilat atau kayu yang sedang berbunga tidak boleh dipakai untuk pembanguan, jika digunakan juga kayu tersebut cepat dimakan rayap dan akan mendatangkan malapeteka. Oleh sebab itu dicarilah kata sepakat bahwa kay tersebut haru 11/26 selanjutnya dilaku kayu pada hutan diujung gunung sebelah Mato Hari Mati.
Â
Denah
Denah mesjid berbentuk. Persegi panjang berbentuk panggung dengan bagian mihrab dan "serambi" menonjol keluar dari bangunan utama. Mihrab dibuat menjorok pada sisi barat, berdenah 2,2 m x 4,6 m. Terdapat serambi pada sisi timur berupa ruangan tertutup berukuran 5 m x 4,4 m tanpa jendela. Bangunan di kelilingi pagar besi setinggi 90 cm di bagian selatan dan pagar tembok setinggi 110 cm di bagian barat dan utara pintu gerbang berada di sebelah selatan bangunan terbuat dari kayu. Atap susun tiga dari seng dan bergonjong dua di bagian mihrab dan serambi.