Mohon tunggu...
TAMRIN
TAMRIN Mohon Tunggu... I am a passionate teacher with a high dedication to educating my students. As a teacher, I naturally have the experience to inspire and motivate my students. Additionally, I have a deep love for the world of writing, which is my main hobby.

I am a passionate teacher with a high dedication to educating my students. As a teacher, I naturally have the experience to inspire and motivate my students. Additionally, I have a deep love for the world of writing, which is my main hobby.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bolehkah Memaksa Murid? Dampak Pemaksaan Murid dan Pentingnya Disiplin Positif dalam Pendidikan

24 September 2023   03:36 Diperbarui: 24 September 2023   06:43 2360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bolehkah Memaksa Murid? 

Dampak pemaksaan dan pentingnya disiplin positif dalam pendidikan  

1. Memaksa kadang-kadang bisa berhasil setidaknya untuk jangka pendek.

Dalam beberapa situasi, memaksa anak mungkin bisa membuat mereka melakukan sesuatu karena rasa takut.

Memaksa anak kadang-kadang dapat berhasil setidaknya untuk jangka pendek karena dalam beberapa situasi, anak mungkin merasa takut atau tertekan oleh otoritas atau peraturan yang ada. Dalam kondisi seperti ini, mereka mungkin melakukan apa yang diminta atau diharapkan dari mereka meskipun mereka tidak benar-benar ingin melakukannya.

Contohnya, dalam lingkungan sekolah, seorang guru yang sangat ketat dan otoriter mungkin dapat memaksa siswanya untuk mematuhi peraturan atau tugas-tugas tertentu karena siswa takut akan konsekuensi atau hukuman yang mungkin mereka terima jika mereka tidak melakukannya. Dalam jangka pendek, perilaku ini mungkin terlihat efektif dalam menciptakan ketaatan.

Namun, penting untuk diingat bahwa efektivitas pemaksaan ini cenderung bersifat sementara. Anak-anak mungkin mematuhi perintah hanya selama mereka merasa terancam atau dipantau. Begitu tekanan atau ancaman tersebut hilang, mereka mungkin kembali ke perilaku mereka yang semula. 

Oleh karena itu, meskipun memaksa bisa berhasil dalam jangka pendek, itu mungkin tidak efektif dalam membangun perilaku yang berkelanjutan atau menciptakan motivasi intrinsik yang akan membuat anak terus melakukannya tanpa perlu paksaan eksternal.

2. Namun, ada dampak jangka panjang yang mungkin kita tidak sadari.

Perilaku yang dipaksa tidak akan menjadi kebiasaan dalam jangka panjang, karena perilaku tersebut hanya dilakukan jika ada paksaan dari luar dan bukan karena kesadaran internal anak.

Anak mungkin kehilangan minat bahkan mulai merasa tidak suka terhadap aktivitas yang dipaksakan. Contohnya, jika anak dipaksa untuk mengikuti les musik, mereka mungkin akan muncul perasaan antipati terhadap musik, bukan karena musik itu sendiri, tetapi karena pemaksaannya.

Kemerdekaan berekspresi dan potensi anak akan menjadi terbatas.

Perilaku Tidak Akan Menjadi Kebiasaan dalam Jangka Panjang. Ketika anak-anak melakukan sesuatu hanya karena dipaksa atau diancam, perilaku tersebut tidak akan menjadi kebiasaan yang berkelanjutan. Mereka tidak akan secara sukarela melakukannya ketika tidak ada paksaan atau tekanan dari luar. Ini berarti perilaku yang diinginkan tidak akan terinternalisasi sebagai bagian dari nilai atau identitas mereka.

Hilangnya Ketertarikan dan Munculnya Antipati. Memaksa anak-anak untuk melakukan sesuatu dapat menyebabkan mereka kehilangan minat atau bahkan mengembangkan antipati terhadap kegiatan tersebut. 

Sebagai contoh, jika seorang anak dipaksa untuk belajar musik meskipun mereka tidak menyukainya, mereka mungkin akan memiliki perasaan negatif terhadap musik, bukan karena musiknya, tetapi karena pengalaman pemaksaan yang mereka alami.

Keterbatasan Kemerdekaan Berekspresi dan Potensi. Memaksa anak-anak dapat membatasi kemerdekaan mereka untuk berekspresi dan mengejar potensi mereka sendiri. Ketika mereka dipaksa untuk mengikuti arahan orang lain secara ketat, mereka mungkin tidak memiliki ruang untuk mengejar minat, bakat, atau tujuan pribadi mereka sendiri.

Dalam jangka panjang, pendekatan memaksa ini dapat menghambat perkembangan anak-anak dalam hal kemampuan untuk membuat keputusan, mengembangkan motivasi intrinsik, dan merasa memiliki tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. 

Oleh karena itu, ada risiko bahwa mereka tidak akan menjadi individu yang mandiri dan memiliki disiplin diri yang kuat, yang sebenarnya merupakan tujuan dalam pendidikan yang berorientasi pada kemerdekaan dan disiplin positif.

Dampak pemaksaan di atas bertentangan dengan tujuan pendidikan disiplin yang diharapkan. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa disiplin yang kuat adalah syarat untuk mencapai kemerdekaan. Di mana ada kemerdekaan, di situ harus ada disiplin yang kuat. Dalam konteks pendidikan, untuk menciptakan murid yang merdeka, dibutuhkan disiplin yang kuat, yaitu disiplin diri dan motivasi internal.

Merdeka, menurut Ki Hajar Dewantara, berarti "tidak hanya terlepas dari perintah, tetapi juga cakap dalam memerintah diri sendiri." Oleh karena itu, disiplin harus bersifat "self-discipline," di mana kita sendiri yang mengatur dan mewajibkan diri dengan keras. Jika kita tidak dapat melakukan self-discipline, pihak lain akan mendisiplinkan kita. Dan aturan semacam itu harus ada dalam lingkungan yang merdeka.

Diane Gossen juga mengungkapkan bahwa disiplin diri dapat membantu seseorang menggali potensinya menuju tujuan yang dihargai dan bermakna. Sebagai pendidik, sebaiknya kita menerapkan cara-cara yang lebih positif saat meminta murid melakukan sesuatu tanpa memaksa. Beberapa contoh cara tersebut adalah :

  • Mengajak dan mendorong murid untuk melakukan aktivitas yang mereka nikmati.
  • Membantu murid menemukan inspirasi dalam melakukan tugas atau kegiatan.
  • Membuka jalur komunikasi dengan murid untuk memahami kebutuhan dan minat mereka.

Penting untuk merenungkan apakah kita cenderung memaksa murid untuk patuh atau mengambil pendekatan yang membuat mereka senang dan merasa dihargai dalam belajar. Bagaimana rasanya ketika kita melakukan sesuatu tanpa dipaksa? Pertanyaan ini dapat membantu kita mencari cara yang lebih positif untuk mendidik dan mendisiplinkan anak-anak di dalam kelas.

 

Dampak pemaksaan dan pentingnya disiplin positif dalam pendidikan :

Dampak Pemaksaan

  • Pemaksaan biasanya efektif dalam menghasilkan respons segera karena anak mungkin akan tunduk pada otoritas.
  • Namun, perilaku yang dipaksa tidak akan menjadi kebiasaan yang berkelanjutan. Anak akan melakukannya hanya saat ada pengawasan atau paksaan eksternal.
  • Ketertarikan anak pada kegiatan atau mata pelajaran yang dipaksakan dapat berkurang, bahkan bisa berubah menjadi antipati terhadapnya. Misalnya, jika seorang anak dipaksa untuk belajar musik tanpa minatnya, dia mungkin akan menjadi tidak suka pada musik.
  • Pemaksaan dapat menghambat pengembangan kreativitas dan inisiatif anak, karena mereka lebih fokus pada mematuhi perintah daripada eksplorasi diri sendiri.

Disiplin Positif:

  • Disiplin positif berfokus pada pengembangan disiplin diri yang bersumber dari kesadaran internal anak. Ini adalah disiplin yang kuat yang membuat anak bertanggung jawab atas tindakan mereka tanpa perlu pemaksaan eksternal.
  • Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa disiplin yang kuat adalah prasyarat untuk mencapai kemerdekaan. Artinya, agar anak merdeka dalam belajar dan tumbuh, mereka perlu memiliki disiplin yang kuat yang datang dari dalam diri mereka sendiri.
  • Disiplin yang berasal dari kesadaran internal memungkinkan anak untuk mengembangkan kreativitas, inisiatif, dan kemampuan mengambil tanggung jawab.
  • Pendidik dapat menerapkan disiplin positif dengan mengajak anak untuk merasa senang dalam belajar dan menemukan inspirasi dalam tugas-tugas mereka. Membangun komunikasi terbuka juga memungkinkan anak untuk merasa didengar dan dihargai.

Dengan menerapkan disiplin positif, pendidik dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pengembangan karakter dan kemerdekaan anak. Ini juga dapat membantu anak untuk menjadi individu yang lebih mandiri, kreatif, dan berdaya saing dalam lingkungan pendidikan yang positif.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun