Ungkapan dalam bahasa Jawa yang menjadi bagian dari judul tulisan ini sangatlah mewakili intisari dari perjalanan kisah dalam buku Margono Djojohadikusumo.
Hal itu sekaligus meluruskan persepsi bahwa Margono yang saya kenal sebagai nama RSUD Banyumas yang terletak di Purwokerto Timur itu berbeda orang dengan Margono - Kakeknya Presiden Prabowo Subianto. Bukan tanpa sebab sematan ungkatan Trahing Kusumo Rembesing Madu.
Margono Djojohadikusumo meski berdarah Banyumas namun jika dirunut terdapat garis keturunan Paku Buwono III - Solo melalui Raden Tumenggung Kertanegara IV.
Tak sebatas itu, trah Margono juga memiliki keterkaitan dengan Sultan Hamengku Buwono II - Yogyakarta. Hingga Margono sendiri merupakan cucu dari Raden Kartoatmojo - seorang patih di Banjarnegara yang masuk dalam wilayah karasidenan Banyumas.Â
Judul di atas tidak semata membahas tentang trah bangsawan, atau tokoh penting. Dibalik semua itu yang terpenting adalah sifat baik dan memiliki sikap yang memberi nilai manfaat kepada masyarakat luas. Seperti halnya tetesan madu yang manisnya mengandung banyak kebaikan.
Membaca Margono ibarat membuka catatan sejarah lokal sekaligus nasional dalam alur maju mundur. Foto hitam putih sosok Margono di halaman awal buku memancarkan karisma sekaligus karakter orang Banyumas yang apa adanya.
Ditambah buku ini menyajikan bab pembuka dengan suasana Bumiputra di Perdesaan Banyumas. Suasana kebatinan seolah membawa pembawa masuk ke lorong waktu dan menelusuri tanah perdikan.
Desa Dawuhan terletak di Kecamatan Banyumas, jarak tempuhnya hanya berkisar 30 - 40 menit ke arah barat dari pusat kota Purwokerto. Desa yang berada diantara perbukitan kawasan lereng Gunung Slamet itu juga cukup dekat dengan Sungai Serayu.
Lahir di Purbalingga (masih karasidenan Banyumas) pada 16 Mei 1894 Margono Djojohadikusumo kemudian bertumbuh menjadi kusuma bangsa yang menorehkan rangkaian jejak kisah tak hanya di wilayah Banyumas saja.