Mohon tunggu...
Talisya Auliya
Talisya Auliya Mohon Tunggu... Lainnya - gue kuliah

gue orang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Literasi: Pandangan Islam dalam Pernikahan Dini dan Dampaknya bagi Kesehatan

27 Januari 2023   18:36 Diperbarui: 27 Januari 2023   18:41 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan dini adalah akad nikah yang dilangsungkan pada usia dibawah kesesuaian aturan yang berlaku. Undang undang No.16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita mencapai umur 19 tahun. namun, yang terjadi sebenarnya banyak anak dibawah umur 19 tahun yang melakukan pernikahan dini. 

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agamqa Ponorogo tahun 2022 menerima sebanyak 191 permohonan anak menikah dini yang sebagian besar alasannya adalah anak tersebut hamil dan melahirkan, dari 191 permohonan yang masuk, rentang usia terbanyak mengajukan permohonan 15 hingga 19 tahun sebanyak 184 perkara, sisanya pemohon dispensasi nikah memiliki umur dibawah 15 tahun yakni 7 perkara. 

Sedangkan menurut data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, terdapat 34 ribu permohonan dispensasi kawin yang terhitung dari bulan januari-juni tahun 2020. Dari total itu, 97%dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak dibawah umur 18 tahun.

 Hukum islam bersifat luas dan luwes, humanis, dan selalu membawa rahmat bagi seluruh manusia yang ada. Termasuk dalam lingkup pemikiran tentang hal ini adalah ayat-ayat dan hadist-hadist Nabi yang mengupas permasalahan pernikahan, karena pada prinsipnya semua perbuatan orang muslim yang sudah akil dan baligh tidak bias terlepas dari hukum syara'. 

Pada awalnya hokum menikah adalah sunnah sesuai dengan Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 3, perintah untuk menikah pada ayat tersebut merupakan tuntutan untuk melakukan pernikahan, namun tuntutan tersebut bersifat sunnah, bukan sebuah keharusan karena adanya kebolehan memilih antara kawin dan pemilikan budak. Namun, hokum asal sunnah ini dapat berubah menjadi wajib, haram, maupun makruh, jika seseorangtidak bias menjaga kesucian diri dan akhlaknya kecuali dengan menikah, maka wajib baginya. 

Adapun menikah dini, yaitu menikah usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya sunnah atau mandhub, demikian menurut Imam Taqiyuddin An-Nabbhani dengan berlandaskan hadis nabi yang ditulis oleh Hr.Bukhari dan Muslim. Yang perlu digaris bawahi dalam hadist tersebut adalah perintah menikah bagi para pemuda dengan syarat jika telah mampu, yang diartikan adalah siap untuk menikah, maksudnya adalah kesiapan menikah dalam tinjauan hokum islam meliputi 3 hal :  

yang pertama adalah kesiapan ilmu, yaitu kesiapan pemahaman hukum fikih yang ada hubungannya dengan masalah pernikahan, baik hokum sebelum menikah seperti melamar, pada saat menikah seperti syarat dan rukun akad nikah, maupun sesudah menikah seperti hokum menafkahi keluarga, thalak, rujuk. 

Yang kedua adalah kesiapan harta atau materi, yang dimaksud dengan harta di sini ada dua macam yaitu harta sebagai mahar dan harta sebagai nafkah suami kepada istrinya untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan yang wajib diberikan  dalam kadar layak. Yang terakhir adalah kesiapan fisik atau kesehatan khususnya bagi laki-laki, yaitu mampu menjalani tugasnya sebagai suami, tidak impoten.

Sekalipun dikatakan bahwa pernikahan dini hukum asalnya diperbolehkan menurut syariat islam, tetapi bukan berarti diperbolehkan secara mutlak bagi semua perempuan daqlam semua keadaan. Sebab pada sebagian perempuan terdapat beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa lebih baik tidak melakukan pernikahan dini agar tidak menimbulkan efek negatif sebagaimana dilansir oleh banyak kalangan yang mayoritas berpandangan bahwa pernikahan dini selalu berkonotasi tidak baik. 

Perempuan harus siap secara fisik, karena banyak perempuan yang sudah baligh namun belum siap untuk menikah karena kondisi tubuhnya lemah yang membuat tidak memiliki fisik yang prima sehingga tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri. Kemudian seorang perempuan tersebut sudah matang secara mental dan terdidik untuk memenuhi tanggung jawab.

 Bukan berarti ia harus mengetahui seluk beluk kehidupan berumah tangga secara sempurna ketika berinteraksi dengan suami, mengasuh anak, dan lain sebagainya, kedua poin tersebut pantas mendapat perhatian lebih berdasar hadist Nabi bahwa beliau tidak menyuruh menikah kepada seluruh pemuda tanpa terkecuali bagi mereka yang dianggap mempunyai al-ba'ah, yaitu kemampuan memberi nafkah. Pada pernikahan perempuan yang masih sangat belia, lebih utama kalua dia dan calon suaminya tidak terpaut jauh usianya, kecuali untuk maksud yang dibenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun