Rinduku di ujung malamAda ingin yang tertanggal pada akhir malamHelaan nafas yang hampir tenggelam dalam kelamGemuruh penuh resahBersapa pada hembusan
DokpriMalam mingguku di siniSendiri di tepian jalan yang ramainya nggak pernah matiKuparkir mobil hatiBanyak pemuda yang nongki dan aku tak pedul
Dan Aku hanya bisa diam Semua tampak hening yang begitu dalam
DokpriDi depan cermin retak kuberdiri, Kupandangi bayang diri sendiri
Ada sebuah ruang kosong dalam kebisingan, Waktu seakan terhenti pada titian
Aku masih saja diam seribu basa coba mencerna apa maunya yang kuasa
Panas begitu beringas, pepohonan semakin meranggas.
Waktu senjaku bersama secangkir kopi hitam Jagung rebus temani saat mentari kan tenggelam Tatapan matamu begitu menghujam
Perca-perca cerita lama tertata rapi dalam memori Lembaran kisah yang tak pernah mati
Rintihan debu jalanan butiran-butiran debu lelah dipermainkan sang bayu
Terjebak dalam labirin kehidupan duniawi, Apakah ini takdir yang harus kujalani?
Dalam diamku ada rindu membara 27 September, hari kau pernah hadir di dunia
Arah langkah yang pastiTuk dapatkan berkah Illahi Semoga hadir kami dirumahNya diberkahi
Malam janganlah cepat datang Aku masih belum siap pulang Bekalku masih kugalang
Pagi yang masih meremang Dalam siraman sinar sang surya yang tenang
Nyaring membahana ayat-ayat fatamorgana. Bertebaran di alam raya. Hanya untuk kebenaran semu
Turunlah wahai air langit, Siang menghilang, Tergantikan sore datang
Rajutan rasa itu masih kusimpan walau sudah terhempas ke dasar lautan kehidupan
Hanya puisi imaji saja ya ini. Penghilang letih setelah seharian bergelut dengan cucian dan setrikaan
mentari tak surutkan langkah kaki Tak juga urungkan niat hati