ditangan gemetar, selembar kertas tergenggam lambang perjuangan, tanda tuntas menempuh jalan panjang. namun diluar sana, dunia tak selalu ramah
Pernah merasa menjadi seseorang yang sangat kecil karena keagungan Tuhan? Puisi ini menggambarkan cinta yang indah untuk Tuhan
Saat pagi belum usai, Lewotobi menyala—bukan marah, hanya mengingatkan: tanah ini bukan hanya tempat tidur, tapi juga napas.
Lihatlah pekerjaan orang lain yang sudah membantumu. Lihat pada prosesnya. Jangan meremehkan orang lain. Pernahkah kamu memikirkan effort orang lain?
Setiap kelopak yang gugur bukanlah akhir, melainkan awal dari jejak yang abadi. Aku mekar, aku layu, namun aku tetap hidup dalam ingatan.
beribu geram kau tuangkan berjuta berang kau tancapkan berkali acap muak kau ucapkan
maunya hanya henti langkah, penghuni jemala paksa benah
malam membius ke dalam mimpi indah. mengantarkan jiwa lepaskan lelah mendera
Bila mana luka raut mengerut bila mana gembira muka menganga bila mata sedih mata mengedip bila mana suka mulut buka tawa
Secuil pilu bertandang datang Bahagia datang pelangi mengenang
menepi dengan lembut ketempat semula
Kebersamaan tanpa cela sudah cukup membawa teduh
Menyulam kenangan tentang kisah cerita kita dari awal sampai akhir
Torehan demi sapuan kuas cerita
Benci dan suka berjarak setipis debu
kapan kau jawab rasa ini Kau bangai mentari dibalik awan, Hadir tak pernah terjangkau tangan. Jika cinta adalah sebuah perjuangan,
Tak tersampaikan bisik ku hanyut di sungai hening..
Puisi ini menjadi saksi bisu bahwa apa yang saya rasakan saat ini penuh keterpaksaan lalu saya percaya bahwa semuanya akan berakhir indah dan baik.
Puisi pertama yang dibuat saat hati tak mampu lagi menahan rasa