Selamat datang, Juni Aku sambut dengan doa berkali-kali Sembari merayakan bahagia itu
Di siang yang terlalu garang, seorang lelaki berdiri menantang
Katakan padaku, Kinasih! Sakit mana yang membuatmu getih
Kita tak ingin menuliskan kesedihan sendiri Tetapi kisah telah mati dalam sebuah puisi Dibaca semesta ... Diamini sebagai derita
Pagi ini sepertinya tak bersahabat Kabut menghalangi pandang begitu pekat
Tuhan hanya ingin tahu. Semanusia apa aku dan dirimu
Di jantung ini, kesedihan telah berhenti. Ia tak lagi mendetakkan nyeri
Kita tidak saling bicara kala matahari redupkan pendar cahayanya
Pada malam, seorang lelaki. Pikirannya berlari tak mau henti
Ingatan tak terbuang Waktu menyebutnya sebagai kenang Tetapi setelah kata pergi Kehilangan merupa sebuah nyeri
Malam Minggu kesekian kalinya Seseorang menyarukan rasa di dada Pada jejak-jejak sepi Dari kaki yang melangkah pergi
Seorang lelaki menyandarkan kegelisahan, di antara gelap dan sisa basah hujan. Mencoba mengerti diri sendiri, meski lelah bergumul dengan hati.
Di atas tungku yang menyala. Rindu adalah perasaan ibu paling bara
Maafkan aku tak pernah peduli Saat matamu berkaca-kaca tempo hari Kehilangan ini begitu menyakitkan
Puisi yang mengungkapkan tentang suasana dan perasaan pada Sabtu malam
Perasaan bisa menerbangkan egomu. Sedangkan jiwamu sendiri, berulang kali bersembunyi dari kenyataan yang kamu hadapi.
Aku lebih memilih diam, merehatkan rasa di antara rimbunnya doa-doa.
Tak pernah engkau bercerita sekalipun di kelopak matamu menadah duka
Bukankah kita adalah sepasang kekasih pernah memperjuangkan cinta dengan gigih
Puisi yang berisi ungkapan perasaan tentang keharmonisan keluarga.