Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Liburan Sambil Menonton "Yose" Rasa "Kai-dan" di Indonesia

16 Januari 2019   12:28 Diperbarui: 16 Januari 2019   20:00 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kesamaan antara yose dengan pidato kebangsaan yang disiarkan beberapa hari yang lalu.

Yose dan pidato kebangsaan itu sama-sama berisi cerita saja, seperti penutur Rakugo bercerita pada pertunjukan di yose.

Saya anggap sama karena tidak bisa dimungkiri juga bahwa "cerita" dari pidato tersebut bisa terjadi di mana saja, bukan hanya di Indonesia. Peristiwa yang diceritakan bisa juga terjadi di tempat/negara lain, bahkan di negara maju seperti Jepang (misalnya untuk cerita tentang orang yang gantung diri karena beban ekonomi atau kesulitan hidup).

Tapi sejujurnya, kesamaan antara yose dan pidato kebangsaan itu, ya cuma pada sisi keduanya sama-sama "cerita" saja.

Karena kalau bicara tentang kualitas "isi" dari ceritanya, yose lebih unggul karena dia bukan hanya berisi cerita-cerita saja. Penutur cerita Rakugo pada yose bertutur dengan alur cerita yang jelas, menggunakan tata bahasa dan kosa-kata yang baik. 

Terkadang, cakap membaca dan bertutur Bahasa Jepang saja belum cukup, karena penutur Rakugo terkadang menggunakan ungkapan yang jika pendengar tidak punya pengetahuan tentang hal itu, akan susah untuk memahaminya.

Pada akhir alur cerita yang dituturkan oleh Rakugo-ka (julukan bagi penutur Rakugo), biasanya ditutup dengan kesimpulan yang banyak berisi petuah maupun nasihat (pelajaran).

Berbeda jauh dengan pidato kebangsaan kemarin, di mana pada akhir pidato, saya pribadi tidak menemukan dan tidak bisa menyimpulkan apa tujuan dari semua cerita itu. Boro-boro menemukan petuah atau nasihat di sana. 

Saya juga tidak bisa fokus pada isinya, mungkin karena ceritanya kepanjangan, dan lompat sana-sini, seperti yang dituturkan juga oleh penggede PKS . Mungkin Sohibul penggemar yose (karena saya tahu dia pernah sekolah di Jepang), sehingga dia merasa pidato kebangsaan itu terlalu panjang. Karena dari pengalaman saya menonton yose, setiap pertunjukan dari para seniman yang tampil disitu, paling pol berjangka waktu hanya 30 menit saja.

Tapi perbedaan yang paling mencolok, tidak seperti pidato kebangsaan, cerita yang disajikan pada yose bukanlah mengenai kalah dan menang. Dengan Yose, selain kita bisa mendapat hiburan (yang membuat hati kita terhibur tentunya), sekaligus kita juga bisa memetik pelajaran berharga yang dapat kita terapkan pada kehidupan sehari-hari. 

Seperti ketika saya pulang setelah menonton yose di Ikebukuro, mendengar cerita dari Ningen Kokuhou (Living National Treasure) yang bernama Yanagiya Kosanji. Saya pulang dengan hati senang dan penuh harapan baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun