Mohon tunggu...
Syukra (kaka) Alhamda
Syukra (kaka) Alhamda Mohon Tunggu... Freelancer - Photographer

Penikmat Ketetapan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalang

5 Januari 2021   05:02 Diperbarui: 5 Januari 2021   05:19 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Smatawayang_ (kaka)

Tepat jam 7 malam Siska keluar dari tempat tinggalnya, kali ini dia berangkat lebih awal untuk mencari sedikit rezeki demi Putri, anak sematawayang yang baru berumur satu tahun tiga bulan. Putri yang terlahir tanpa kehadiran seorang ayah, dibesarkan Siska ditengah kejamnya kota metropolitan seorang diri. Maka dari itu Siska terpaksa bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua.

Dengan rambut panjang yang masih sedikit basah dan terurai bebas di punggung, Siska menyusuri trotoar kota menuju tempat dia biasa bekerja, di sepanjang perjalanan dia membuat semua lelaki yang memandang tidak sanggup berkedip, bahkan tidak jarang beberapa diantara mereka coba menggoda dengan untaian kata-kata gombal khas para lelaki, namun sayang, jangankan berhenti, menolehpun Siska tidak mau, sehingga mereka hanya bisa menelan kembali ludah yang hampir berserakan.

Siska memang memiliki wajah yang sangat cantik, bahkan kecantikannya bisa di sandingkan dengan artis-artis yang sering memamerkan wajah di layar kaca, apa lagi kali ini Siska menghiasi wajahnya dengan beraneka kelengkapan makeup, sehingga kecantikannya bertambah berkali-kali lipat, selain itu celana hot pants super ketat dengan atasan tank top putih menjadikan seluruh keindahan yang dimiliki tubuhnya tereksplore dengan jelas.

            “Neng cantik, datangnya cepet banget.” Ujar seorang security begitu Siska sampai di depan sebuah pintu club malam.

            “Lagi butuh tambahan gua,” jawab Siska.

            “Untuk beli susu dedek ya?”

            “Nah itu lo tau.”

            “Kasian dedek, harus rebutan susu sama para client.” Ucap security sambil mengelus bahu Siska.

            “Eh... jangan kurang ajar lo.”

            “Galak amat sih neng, gak boleh di sentuh sama sekali.”

            “Lo kalau mau nyentuh ada harganya, di dunia ini gak ada yang gratis.” Siska berlalu di hadapan security kemudian masuk kedalam club.

            Club masih sangat sepi, jam 7 malam masih terlalu pagi untuk sebuah club malam didatangi para pengunjung, hanya ada dua orang bartender yang sedang bersantai dengan segelas whiskey di hadapan mereka.

            “Kepagian ni mbak?” tanya salah satu bartender.

            “Yah begitulah, kalau mau uang tambahan.” Siska duduk di salah satu bangku yang ada di depan bartender tersebut.

            “Whiskey.” Bartender meletakkan segelas minuman di hadapan siska.

            “Bartender bukannya satu, ini kalian kok berdua?” Tanya Siska setelah meneguk minuman dihadapannya sampai habis.

            “Gua lagi lemburan mbak, butuh uang tambahan juga.”

            “Lo kayak udah ada tanggungan aja pake lemburan.”

            “Emang belom punya tanggungan mbak, cuma pacar gua lagi minta iphone terbaru.” Bartender menuangkan whiskey ke gelas kosong di hadapan Siska.

            Siska tertawa. “Lo di kasih enak tiap hari? sampai mau ngeluarin duit sebegitu banyak?”

            “Dia belom gua sentuh mbak,” jawab bartender singkat.

            Siska tidak lagi bertanya atau memberi pernyataan atas jawaban yang diucapkan bartender, kemudian kembali meneguk habis whiskey di gelas yang sudah di isi ulang.

            Tidak lama kemudian seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit dan kumis yang lebat duduk disalah satu bangku club, dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Siska dan bartender. Lelaki tersebut menatap tajam kearah Siska kemudian menggerakkan tangan seakan memberi isyarat. Siska yang paham akan gerakan tangan tersebut bangkit dari tempat duduk.

            “Client ya mbak?” ucap bartender.

            “Begitulah.” Siska meninggalkan bartender dan gelas whiskey yang sudah kosong.

            Siska bekerja sebagai penari sekaligus pelayan di sebuah club malam, namun penghasilan dari pekerjaan tersebut tidak cukup untuk membiayai keperluan hidup dia dan putrinya, kebutuhan pokok yang semakin hari semakin mahal mengharuskan Siska untuk mendapatkan uang tambahan, dan menjadi pemuas nafsu hidung belang adalah satu-satunya pekerjaan lain yang bisa dia lakukan untuk memenuhi segala kebutuhan.

            Saat club sudah di penuhi sesak manusia pencari kenikmatan malam, Siska baru kembali dari pekerjaan lemburnya.

            “Lama banget mbak.” Baternder yang tadinya sempat ngobrol berteriak melihat Siska yang berlalu..

            “Kasih gua yang paling keras,” teriak Siska kepada bartender diantara hiruk pikuk alunan musik disco.

            “Siap nyonya.” Bartender meletakan gelas ukuran sedang yang terisi penuh dihadapan Siska.

Dalam hitungan detik Siska meneguk habis isi gelas tanpa tersisa.

            “Apaan nih? Keras banget.”

            “Sesuai permintaan mbak,” ujar bartender.

            “Thanks, gua mau naik dulu.” Siska berjalan sempoyongan menuju stage penari.

            Siska merupakan salah satu penari yang paling ditunggu pengunjung, baru saja dia menaiki stage, sorak sorai sudah memenuhi ruang club, sang DJ langsung menaikan tempo musik. Siska menari sepanjang malam sambil melenggak-lenggokkan tubuhnya yang nyaris sempurna, tidak jarang dia meneguk minuman dengan alkohol tinggi ketika sedang menari. Hingga tanpa terasa, malam terlewati begitu saja, satu persatu pengunjung mulai menghilang, ada yang langsung pulang, namun banyak yang memilih melanjutkan malam bersama para kupu-kupu malam.

            Party malam ini sudah usai, Siska yang setengah mabuk melangkah perlahan menuju pintu keluar, meskipun dalam keadaan mabuk, ingatannya akan malaikat kecil yang dia tinggal dirumah sendirian tidak pernah hilang.

Baru saja melangkahkan kaki keluar, terlihat keributan kecil di lorong jalan. Meski keadaan remang-remang, masih dapat terlihat dengan jelas jika seorang pria kurus tengah di pukuli tiga orang pria berbadan besar. Dengan tubuh yang masih sempoyongan Siska berjalan ke arah keributan, dan setelah cukup dekat, terlihat jika salah satu dari pria berbadan besar adalah security yang menggodanya begitu datang ke club beberapa waktu yang lalu.

“Woi... lo pada berani keroyokan doang,” teriak Siska.

“Ada kupu-kupu nyasar nih,” ucap salah seorang berbadan besar.

Security melancarkan pukulan terakhirnya ke perut pria yang mereka hajar, hingga pria itu jatuh tersungkur ke tanah.

“Kalau gak keberatan tolong rawat si maling ini neng,” ucap security, kemudian dia dan dua orang temannya melangkah pergi.

Siska mendekati pria yang tersukur di tanah tidak berdaya, begitu membalikkan tubuh pria tersebut, terlihat jelas jika wajah yang berlumuran darah adalah bartenter yang memberi whiskey beberapa waktu yang lalu.

“Lo bartender yang tadi kan?” Siska terkejut.

Bartender tidak bersuara sama sekali, Siska menyeret tubuh si bartender dan menyandarkan ke tiang listrik. Kemudian meninggalkan si bartender dan masuk kedalam club, setelah beberapa saat Siska kembali dengan sebotol air mineral di tangan.

“Nih... minum dulu,” ucap Siska.

Bartender tidak menjawab, dia meraih botol yang dipegang Siska kemudian meneguknya sampai habis seperti seseorang yang baru saja berlari puluhan kilometer.

“Terima kasih mbak.” Bartender meletakkan botol kosong di tanah.

“Lo ngapain sih, sampai  di hajar security.”

Bartender menghela nafas panjang dan diam sejenak, sebelum mulai berkata-kata. “Gua tadi maling mbak.”

“Gila! lo mau mati namanya kalau maling di sini.” Siska tersentak.

“Gua kesel, lembur gua gak di bayar bos, dia bilang gak mau kasih lembur karyawan, kalau mau masuk hari libur berarti loyalitas.”

“Jadi karena itu lo maling?” Siska menghela nafas. “Lo ambil apa emangnya?” Siska melanjutkan pertanyaan.

“Begitulah mbak, gua ambil dua botol tequila, rencananya mau gua jual sama anak-anak, duitnya lumayan buat tambahan beli iphone pacar.”

“Belum sampai di luar lo ketauan?” potong Siska.

“Gua ketahuannya udah di luar, begitu ketahuan mereka suruh habisin dua botol minuman yang gua pegang, kalau gak gua bakal dilaporin bos terus di pecat, tapi baru aja botol gua buka, mereka udah hajar gua habis-habisan.”

“Lo bodoh atau apa sih? Mau cari duit sampai kayak gini demi pacar,” ujar Siska.

“Gua sayang mbak,” jawab bartender singkat.

“Lo doang yang sayang, dia mah gak sayang sama lo.”

“Jangan ngomong gitu mbak.” Bartender mengangkat kepala demudian menatap Siska dengan tajam.

“Hey bocah, lo jangan sok plototin gua.” Siska mendorong kepala si bartender.

“Aduh...” Bartender merintih begitu tangan Siska menyentuh kepalanya.

“Lo denger gua ya bocah, kalau dia beneran sayang sama lo, dia gak bakal minta apa yang lo gak sanggup.”

Bartender terdiam dan kembali menunduk mendengar ucapan Siska yang sedikit membentak.

“Tapi gua sayang dia mbak.” Bartender masih pada pendirianya.

“Sayang boleh, bodoh jangan,” potong Siska begitu bartender menyelesaikan ucapannya.

Setelah kalimat terakhir yang diucapkan Siska, suasana mendadak hening, bartender hanya terdiam menunduk, entah apa yang sedang dipikirkannya, Siska yang tidak tahu lagi harus berucap ikut terdiam.

“Sepertinya gua jatuh hati sama perempuan jalang.” Tiba-tiba saja bartender berucap sesuatu yang mengangetkan.

“Lo ngomong apa? Perempuan jalang itu yang kerjaannya seperti gua,” bantah Siska.

“Menurut gua mbak punya harga diri ketimbang pacar gua.”

“Lo masih mabok kena tonjok?” tanya Siska.

“Gua serius, mbak dapet duit setelah memberikan kenikmatan pada para lelaki hidung belang, nah dia, dapat apa yang dia inginkan dengan mengatas namakan cinta dan kasih sayang, sekarang siapa yang lebih jalang?”

“Entahlah, pertanyaan lo sulit buat gua.”

“Gua gak benerin apa yang mbak kerjain, hanya saja setelah apa yang mbak bilang tadi, gua jadi kepikiran jika penjahat cinta itu lebih jalang dari perempuan paling jalang.”

“Lo sanggup jalan?” Siska mengalihkan pembicaran.

“Sepertinya.”

“Lo istirahat kerumah gua aja, udah mau pagi ini.”

Bartender hanya mengangguk, sekuat tenaga dia coba untuk bangkit perlahan, dengan di topang Siska mereka meninggalkan club menuju indekost dimana pagi dan Putri sedang menunggu.

“Eh nama lo siapa?” tanya Siska sambil merangku bartenter menuju jalan pulang.

“Juang,” jawab bartender singkat.

Jalang? Nama lo jalang?” Siska menghentikan langkah kaki.

“Bukan, nama gua Juang, pacarnya si Jalang.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun