Mohon tunggu...
Syifatur Rahmi
Syifatur Rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswi

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makna Khimar dalam Hadist: Antara Kewajiban Syar'i dan Fenomena Gaya Berbusana Masa Kini

18 Juni 2025   19:09 Diperbarui: 18 Juni 2025   19:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan ini disususn untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hadist Tematik

Oleh: Syifatur Rahmi dan Siti Umrah Lamowa

  • Pendahuluan

Islam adalah agama  yang sangat mengedepankan pentingnya penghormatan kepada manusia, hal itu terlihat dari ajarannya yang sangat akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. [1]Khimar dalam Islam bukan hanya sekedar ciri khas wanita Muslim atau busana, makna khimar dalam Islam lebih dari itu, dimana khimar dalam Islam adalah sebuat perintah syari'at yang berisi makna mendalam yang mencakup pemahaman yang lebih luas dan terkait dengan dengan kesopanan, kesucian, dan bentuk  penghormatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Hal ini tercemin dalam berbagai hadist-hadist Nabi Muhammad SAW, yang menekankan betapa pentingnya menutupi bagian-bagian tubuh yang termasuk aurat  dengan pakaian yang longgar, tidak menarik perhatian, tidak transparan sebagaimana syari'at Islam telah menentukan dan perintahkan dimana hal itu kembali lagi kepada kita sendiri dan juga kehidupan sosial.

 

Namun dalam konteks perkembangan zaman, fenomena gaya khimar masa kini telah mengubah perspektif terhadap penggunaan khimar bagi wanita muslim. Dizaman modern ini khimar tidak hanya dijadikan sebagai kewajiban atau simbolis wanita muslim, tapi juga dijadikan sebahgai simbol gaya hidup yang dipengaruhi oleh tren mode dan kreativitas individual tanpa memperhatikan kriteria khimar yang diperintahkan. Beragam gaya atau model khimar dikombinasiakn  dengan pakaian pakaian terkini, juga adopsi khimar dari berbagai kelompok, mengubah pandangan bahwa khimar lebih dari sekedar kewajiban agama akan tetapi juga bagian dari mengekspresiakn diri . Hal ini  mendatangkan fenomena, dimana khimar menjadi perdebatan antara penerapan kewajiban syar'I dan gaya berhijab yang terkadang  terlihat lebih mengutamakan nilai estetika ketimbang kesesuaian dengan ajaran agama.

 

Sebelum masuk pada tujuan dari penulisan ini, penting untuk memehami  penyebab dari munculnya fenomena ini yang tidak hanya berkaitan dengan aspek agama saja, akan tetapi juga didukung oleh dinamika sosial dan budaya. Perkembangan zaman yang juga pasti diikuti dengan perkembangan teknologi informasi dan media sosial juga menjadi penyebab mempercepat tren fashion termasuk dalam hal khimar, dimana dari media sosial tersebut lah sering kita temui fenomena diatas.[2]

 

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji makna " khimar " dalam perspektif Al-Qur'an dan hadist Nabi sebagai kewajiban syar'i serta sebagai respon dari banyaknya tren kerudung (khimar) sebagai penutup kepala masa kini. Dimana fenomena ini terkadang terlihat terfokus pada tren yang mengikuti perkembangan zaman. Dengan meninjau dari fenomena ini, kami mencoba menjabarkan pemahaman bagaimana kerudung (khimar) dipersepsikan dalam konteks agama dari perspektif hadist Nabi, dan bagaimana hal itu berinteraksi dengan dinamika sosial dan mode di era modern ini.

 

  • Pembahasan
  • Defenisi Khimar 

 

Kata   berasal dari bahasa Arab, yaitu dari bentuk jamak ( ) yang berarti tutup atau juga tudung kepala perempuan.[3] Makna lainnya juga kerudung yang berfungsi sebagai penutup kepala wanita lalu diulurkan sampai ke dada. Dalam kitab Lisan Al-'Arab Imam Ibnu Mandzur berkata bahwa "Khimar bagi perempuan adalah penutup kepala", ada pula pendapat yang mengatakan bahwa khimar adalah kain penutup yang digunakan para perempuan untuk menutup kepala hingga mencapai dada, agar leher tidak tampak.[4] Bentuk jamak dari kata  Khumur merujuk pada firman Allah dalam al-Qur'an surah an-Nur " Dan hendaklah mereka menutupkan Khumur ( kain kerudung ke dada mereka". Dari sederet penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Khimar adalah kain kerudung yang bisa menutupi kepala, leher, hingga sampai ke dada dan juga sampai ke punggung belakang,

 

Khimar adalah bentuk peradaban yang sudah ada bahkan sebelum masuknya Islam. Pada zaman pra-Islam, khimar bukanlah suatu hal yang baru, karna pada umumnya wanita yang sudah menginjak usia dewasa sudah memakai khimar sebagai simbol bahwa mereka minta untuk segera dinikahkan dan juga merupakan simbol  perbedaan atara perempuan merdeka dan juga perempuan budak. Ada alasan yang logis terhadap penggunaan khimar pada peradaban sebelum masehi, yaitu untuk menjaga rambut perempuan-perempuan agar terbebas dari segala kotoran seperti pasir yang menyebabkan kulit kepala menjadi kotor dan rambut mudah rontok, pada saat itu rambut sangat penting bagi perempuan karna rambut yang indah melambnagkan keindahan dari pemiliknya.[5] 

 

Buya Hamka mengartikan kata khimar sebagai selendang  ( kudung), yang telah tersedia di kepala itu ditutupkan kepada dada.[6] Pada Qur'an surah an-Nur ayat 31 makna kata juyub  yang bentuk jamak dari kata  jayb adalah lubang dileher baju, maksudnya adalah leher hingga dada. Jadi seorang wanita wajib mengulurkan khimarnya hingga sampai ke dada.

 

  • Penjelasan Tematik Hadis

 

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal berpakaian. Salah satu bentuk ketaatan seorang Muslimah adalah menutup aurat sebagaimana diperintahkan oleh Allah swt. dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Penutup aurat, khususnya khimar, bukan hanya simbol identitas, tetapi juga bentuk penghambaan dan penjagaan diri. Dalam Al-Qur'an dan hadis, telah ditegaskan kriteria berpakaian yang sesuai syariat, agar wanita tidak termasuk dalam golongan yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, sebagaimana diperingatkan dalam hadis Nabi saw. sebagaimana berikut:

 

: .

 

"Ada dua golongan dari penduduk neraka yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (Petama) Sekelompokkaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk memukuli orang-orang. (Kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya) telanjang, berlenggak-lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring. Mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, padahal wanginya (surga) dapat tercium dari jarak ini dan itu. (HR. Muslim)"[7]

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, no. 2128; Ahmad dalam Musnad nya (II/356, 440); Ibnu Hibbn (no.7418- at-Ta'lqtul Hisn); Al-Baihaqi (II/234) dan dalam Syu'abul m n (no. 4972 dan 7414); Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2578); (Lihat Silsilah al-Ahdts ash-Shahhah (no. 1326).  hadist ini termasuk kategori hadis shahih karena seluruh hadis dalam shahih muslim telah disepakati keshahihannya oleh para ulama. Imam Nawawi dalam syarah shahih Muslim menyatakan bahwa hadis ini termasuk diantara mukjizat-mukjizat kenabian.[8]  Kedua golongan yang disebutkan dalam hadis telah terjadi ditengah kita bahkan kedua golongan ini dicela dalam hadis ini. Disebutkan secara spesifik golongan orang-orang yang tidak masuk surga bahkan tidak dapat mencium wanginya surga dalam hadis ini yaitu orang-orang yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak lenggok dan sombong, dan  kepala yang menyerupai punuk unta. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh, ketiga karakteristik yang disebutkan dalam hadis tersebut akan dibahas secara terperinci pada bagian berikut.

 

Pertama, berpakaian tetapi telanjang dalam hadis ini menuai perbedaan penafsiran. Terdapat perbedaan pendapat ulama terkait hal ini pertama yang berpendapat bahwasannya yang dimaksud adalah para perempuan yang telah diberi nikmat oleh Allah swt. namun mereka tidak bersyukur. Kedua menutupi sebagian tubuhnya dan menyikapi sebagian tubuhnya yang lain. Berbeda dengan pendapat pertama, pendapat kedua ini menyatakan bahwasannya yang dimaksud pada hadis di atas adalah para perempuan yang menutupi aurat mereka namun dengan sengaja menampakkan bagian tubuhnya yang lain sehingga tidak menutupi aurat secara sempurna. Ketiga pandapat ketiga menyatakan yang dimaksud dalam hadis di atas adalah para perempuan yang memakai pakaian yang tipis hingga tampak warna kulitnya.

 

Kedua kata ma'ilaatun. Dalam hadis di atas juga mengalami perbedaan pendapat dari kalangan ulama. Pendapat pertama, mengatakan bahwa yang dimaksud yakni berpaling dari menjalankan perintah Allah swt. kemudian mereka secara terbuka menceritakan dosa yang telah mereka lakukan pada orang lain. Pendapat kedua, mengatakan bahwa yang dimaksud yakni para perempuan yang berjalan dengan sombong kemudian kata mumiilaat diartikan para perempuan yang berjalan dengan menggoyangkan pundak-nya. Berbeda dengan pendapat sebelumnya pendapat ketiga mengartikan mi'laatun  yaitu para perempuan yang menyisir rambut-nya dengan model sisiran pelacur sedangkan mengartikan mumilaat yaitu para perempuan yang menyisir rambut perempuan lain dengan gaya sisiran pelacur. Ketiga, kepala yang menyerupai punuk unta. Adapun yang dimaksud disini adalah kepala perempuan yang tampak besar sebab dililit dengan surban, kain atau benda sejenisnya sehingga bentuknya menyerupai punuk unta.

 

Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwasannya permasalahan dalam berpakaian sudah ada sejak masa Rasulullah saw. Perkembangan zaman telah membuktikan bahwa pakaian bukan sekedar sebagai kebutuhan manusia semata namun juga sebagai simbol peradaban yang selalu berubah tiap masanya. Pada era modern seperti saat ini gaya berpakaian sangatlah beragam terutama bagi para muslimah. Namun fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan lebih memilih mengikuti tren fashion modern sebagai acuan dalam berpakaian, dibanding menjadikan al-Qur'an dan hadis sebagai standar utama. Hal  ini tentu sangat disayangkan mengingat dalam Islam pakaian bukan hanya berfungsi sebagai penutup aurat, tetapi juga sebagai  representasi nilai-nilai keimanan dan identitas keislaman. Oleh karenanya hadisi ini sangat relevan untuk dikaji dalam konteks kekinian mengingat fenomena sosial yang masih banyak dijumpai saat ini khususnya penggunaan kerudung dalam menutup kepala.

 

Pada masa ini sangat banyak tren fashion di berbagai platfom khususnya bagi para muslimah. Namun sayangnya yang menjadi tren dalam berpakaian bagi para muslimah tidaklah berkiblat kepada al-Qur'an dan hadis. Sebagaimana yang sedang tren dan diikuti oleh para muslimah saat ini seperti menggunakan pashmina namun tidak menggunakan jarum pentul sehingga memperlihatkan bagian lehernya, menggunakan kerudung yang dililit pada bagian leher sehingga tidak menutupi dada, menggunakan kerudung tanpa ciput sehingga memperlihatkan rambutnya, menggunakan kerudung berbahan tipis sehingga menerawang selain itu juga  ikatan rambut yang tinggi ataupun penggunaan hair donut, cepol busa ataupun sejenisnya sehingga terlihat seperti punuk unta. Maka dengan adanya tren baru dalam media sosial maka pengkajian kerudung (khimar) sebagai penutup kepala penting untuk dikaji kembali sebagai pengingat bahwasannya kerudung (khimar) bukan sekedar fashion semata namun memiliki simbol kehormatan dan keimanan seorang muslimah. Adapun kriteria kerudung (khimar) yang sesuai syariat akan dijelaskan  lebih rinci pada bagian selanjutnya.

 

  • Dalil ayat Al-Qur'an
  • An-nur ayat 31


  • Artinya: Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.

 

Ayat ini menjelaskan lebih dalam menegenai kewajiban wanita muslim untuk berkhimar dan kapan saja wanita muslim tersebut diperbolehkan tidak berkhimar. Ayat ini memuat perintah untuk menjaga pandangan kepada laki-laki bagi perempuan-perempuan mukmin, selain itu juga perintah menjaga kemaluannya untuk menjaga kehormatannya, perintah larangan  bagi perempuan menampakkan perhiasan mereka kepada laki-laki yang bukan mahramnya, memakai khimar hingga menutupi lehar dan dada mereka, dan yang terkahir perintah larangan mengehentakkan kakinya hingga terdengar kepada laki-laki suara gelang mereka, serta hal-hal yang menarik perhatian laki-laki.[9]

 

  • Al-Ahzab ayat 59
  • Artinya: Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

Dalam ayat ini Ahmad Hasan memeparkan pengertian khimar, yaitu satu pakaian yang menutup segenap badan atau sebagian besar badan bagian atas. Hal tersebut diperintahkan dengan tujuan agar para wanita  muslim dikenal dan tidak diganggu oleh orang-orang munafik yang jahat.[10] 

 

  • Kriteria Khimar Menurut Islam

 

Dalam Islam khimar adalah salah satu pakaian yang diperintahkan kepada wanita muslimah, dimana khimar ini berfungsi untuk menutupi salah satu bagian tubuh aurat wanita yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya. Khimar sendiri memeiliki beberapa syarat yang memenuhi kriteria dalam agama sehingga khimar tersebut  pantas disebut dengan khimar, adapun syarat-syarat tersebut adalah:

 

  • Bahan khimar tidak tipis atau tranparan, maksudnya adalah bahan dari khimar sendiri harus tebal dan mampu menutupi aurat perempuan dengan sempurna. Karna tujuan memakai khimar sendiri adalah untuk menutup tubuh dan aurat wanita muslim, namun jika khimar yang dipakai transparan maka hal tersebut tidak bisa disebut dengan jilbab.
  • Khimar tidak membentuk lekuk tubuh wanita dan tidak ketat. Jilbab yang dipakai tidak boleh memebetuk lekuk tubuh wanita dimana hal itu dapat menimbulkan fitnah, dan melenceng dari tujuan perintah berhijab bagi wanita.
  • Khimar harus menutup aurat dengan sempurna. Maksudnya disini adalah  tidak hanya menutup rambut tapi termasuk bagian leher dengan memakai jarum pentul, dada, dan bahu.
  • Tidak membuat sanggul seperti punuk unta ( besar). Dalam hadist nabi juga tidak luput membahas menegenai sanggul wanita dimana dalam hadist disebutkan bahwa wanita yang sanggulnya menyerupai punuk unta maka dia termasuk wanita yan tidak dapat mencium wangi surga.

 

Untuk menyempurnakan pakaian wanita muslimah yang diajarakan agama Islam, maka tidak hanya bagian khimar saja yang harus diperhatikan akan tetapi seluruh pakaian yang menutup aurat wanita juga diajarkan seperti, pakaian yang tidak memebentuk tubuh, tidak transparan, tudak mnyerupai pakaian wanita kafir, tidak tabarruj, dan tidak menyerupai pakaian lawan jenis.[11]

 

  • Fenomena Realita Jilbab Masa Kini

 

Evolusi penggunaan khimar di era modern menimbulkan dampak yang beragam, baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perkembangan  tren khimar, maka khimar semakin booming di nusantara sehingga mendorong orang -orang untuk mengenal khimar dan menggunakannya, juga dorongan memulai hijrah lebih mudah diterima dikalangan orang-orang yang memulai hijrah. Namun hal ini ternyata juga membawa dampak negatif sebab fungsi khimar sebagai penutup aurat justru hanya digunakan sebagai fashion semata bahkan terkadang digunakan sebagai ajang pecitraan di media sosial.  pandangan kontra pada fenomena ini juga adalah bahwa khimar telah direduksi menjadi simbol gaya hidup, fashion, dan bahkan ajang pencitraan diri. Di media sosial, kita bisa melihat banyak influencer berhijab yang tampil dengan gaya berpakaian mencolok, dan mengabaikan nilai keagamaan sehingga terkadang menimbulkan pertanyaan pada orang-orang, apakah khimar dizaman ini hanya menjadi " perhiasan spiritual" tanpa makna yang mendalam?.

 

Selain itu aspek pemasaran khmiar melalui industri fashion ikut memperburuk pandangan ini. khimar tak lagi menjadi  sekedar kain penutup aurat, tetapi menjadi produk dengan dagang bernilai tinggi yang dijual dalam berbagai bentuk, dan harga fantastis. Hal itu menimbulkan banyak perempuan berjilbab bukan karna dorongan relegiusitas, akan tetapi untuk tampil sesuai tren, diterima secara sosial, atau bahkan hanya sekedar terlihat modis dengan tema Islami. Fenomena-fenomena diatas  tidak hanya terjadi pada tokoh-tokoh  publik di sosial media, akan tetapi banyak juga  terjadi lingkungan sekitar kita seperti mode hijab yang hanya menutupkan kain untuk menutupi rambutnya saja, memakai khimar tanpa jarum pentul, sanggul menyerupai punuk unta, khimar yang tidak menutup dada dan bahu, khimar yang dililitkan dileher, dan lain sebagainya.[12] Untuk menyempurnakan pakaian sebagai sejatinya yang Islam ajarkan, maka kita  tidak hanya fokus pada penyempurnaan khimar akan tetapi juga menyempurnakan dengan pakaian- pakaian yang diajarkan juga di dalam Islam.

 

  • Kesimpulan

 

Khimar dalam Islam bukan sekadar penutup kepala atau simbol identitas, tetapi merupakan kewajiban syar'i yang mengandung makna ketaatan, kehormatan, dan penjagaan diri. Hal ini ditegaskan dalam berbagai hadist Nabi Muhammad , salah satunya: "Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya... wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya..." (HR. Muslim). Hadist ini dengan jelas menggambarkan bahaya bagi wanita yang menutupi tubuhnya secara tidak sempurna atau berpakaian dengan cara yang justru menonjolkan lekuk tubuh dan menarik perhatian, yang menyimpang dari maksud syar'i.

 

Sayangnya, dalam perkembangan zaman modern, makna khimar mulai bergeser. Banyak Muslimah memakai khimar bukan karena kesadaran akan perintah agama, melainkan karena tren mode, tekanan sosial, atau sekadar gaya hidup. Model khimar yang dikenakan sering kali tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam syariat: bahannya tipis, ketat, tidak menutup dada, atau dipadukan dengan pakaian yang memperlihatkan bentuk tubuh. Bahkan, gaya rambut yang disanggul tinggi menyerupai punuk unta yang jelas dilarang dalam hadist menjadi hal yang lumrah dalam praktik berkhimar  masa kini.

 

Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak Muslimah lebih mengutamakan penampilan estetika daripada makna ibadah yang terkandung dalam khimar. Dengan demikian, sangat penting bagi Muslimah untuk tidak hanya memahami jilbab sebagai bagian dari busana, tetapi sebagai bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Pemahaman ini harus dilandasi dengan ilmu dan niat yang benar, agar khimar yang dikenakan tidak menjadi sekadar perhiasan spiritual yang kosong makna, tetapi benar-benar mencerminkan keimanan dan menjaga kehormatan diri sebagaimana diajarkan dalam ajaran Islam.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahla Sofiyah dan Ashif Az Zafi. "Hijab bagi Wanita Muslimah di Era Modern." Ijtima'iyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 13, no. 1 (2020): 95.

 

Khanuna, Z. N. (2024, Oktober 24). Hijab Masa Kini: Mencari Keseimbangan Antara Gaya dan Syariat. Kumparan. https://kumparan.com/zahrotun-nida-khanuna/hijab-masa-kini-mencari-keseimbangan-antara-gaya-dan-syariat-23lzQFyUrnC/full

 

Muhammad Yunus. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Muhammad Yunus Wdzuryah, 1998.

 

Muslim bin al-Hajjaj. Syarah Shahih Muslim. Jilid 10. Terjemahan Abu Ihsan al-Atsari. Jakarta: Darus Sunnah.

 

Noni Nirmalasari. Model Jilbab dan Identitas Keagamaan pada Mahasiswi (Studi pada UIN Raden Intan Lampung). Skripsi, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2024.

 

Rosdiana A. Bakar. "Hijab dan Jilbab Dalam Perspektif Sejarah." Jurnal Pendidikan dan Konseling 6, no. 1: 103.

 

Sas, M. M. (2010). Kata pengantar memahami jilbab dalam Islam. Dalam Junimn, Psychology of Fashion: Fenomena Berman Melepas Jilbab (hlm. xii). Yogyakarta: LKS.

 

Shofiyyah, A., & Az Zafi, A. (2020). Hijab bagi wanita Muslimah di era modern. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 12(1), 100.

 

Hamka. (2007). Tafsir Al-Azhar . Jakarta: Pustaka Nasional.

 

Munawir, A. W. (1997). Al-Munawir: kamus bahasa Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif.

 

Rizki, W. F. (2017). Khimar dan Hukum Memakainya dalam Pemikiran M. Quraish Shihab dan Buya Hamka. Al-madzahib, 21-22.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun