Mohon tunggu...
Syifa Anggia
Syifa Anggia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Pemahaman memang membutuhkan usaha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Resensi Buku "Demokrasi Sebagai Siasat Menafsirkan Tapak Politik Sultan Hamengku Buwono IX" Karya Bastian Widyatama

8 Desember 2020   12:44 Diperbarui: 8 Desember 2020   12:55 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

JUDUL           : Demokrasi Sebagai Siasat Menafsirkan Tapak Politik Sultan Hamengku Buwono IX

PENULIS       : Bastian Widyatama

PENERBIT     : PolGov

CETAKAN     : I, Mei 2017

TEBAL           : xxxii + 204 hlm.

SINOPSIS-Dalam konteks sistem pemerintahan, raja sebagai pemilik kekuasaan yang absolut semakin tergeser posisinya di era demokratisasi yang terjadi sejak era 1940-an. Bahkan banyak negara dengan sistem pemerintahan monarki harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yaitu dengan mengadopsi sistem demokrasi. Di Indonesia, masuknya nilai-nilai demokrasi justru dibawa oleh sosok feodal yang dinilai bertentangan dengan demokrasi yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Raja Keraton Yogyakarta.


***

Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki nama kecil, Dorodjatun. Masa- masa sekolah Sultan Hamengku Buwono IX dititipkan ke keluarga Belanda. Dia menyerap pendidikan barat modern tanpa meninggalkan indentitasnya sebagai orang Jawa. Sikap demokratis Dorodjatun muncul ketika dirinya menanyakan kepada forum terkait adakah di antara mereka yang ingin menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Dengan kompak, forum menyatakan bahwa mereka sepakat menunjuk Dorodjatun sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono IX seperti keinginan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ketika Keris Kyai Jaka Piturun diberikan kepada Dorodjatun.

Titik penting dalam hidup Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang erat kaitannya dengan rencana demokratisasi adalah fase ketika ia berada di Belanda untuk melanjutkan jenjang pendidikannya. Pendidikan yang didapatkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX selama di Belanda itulah yang kemudian mempengaruhi tindakannya tentang segala sesuatu yang didapatkannya, khususnya terkait dengan konsep demokrasi.

Untuk membangun citra dirinya sebagai seorang kepala daerah yang demokratis. Sultan melakukan demokratisasi di lingkungan atau lingkaran yang paling vital yaitu Keraton sebagai tempat tinggalnya, termasuk di beberapa wilayah kekuasaannya. Salah satu tindakan yang dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk memaksimalkan jalannya roda pemerintahan adalah dengan digunakannya pendekatan yang lebih demokratis terhadap susunan pemerintahan daerah dan melaksanakan prinsip gotong royong di setiap tingkat pemerintahan. Sultan Hamengku Buwono IX menampilkan jati dirinya sebagai sosok yang low profile.

Reformasi birokrasi yang dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam pemerintahannya merupakan tambahan bukti betapa kekuasaan yang dimiliki beliau semata-mata untuk kesejahteraan rakyat.

Berbagai kebijakan yang mengarah ke jalan demokratisasi serta pembaruan pemerintahan telah dilakukan olehnya, seperti: mengajarkan kepada rakyatnya untuk hidup secara demokratis; tidak menggunakan kekuasaan secara berlebihan; menggunakan kekuasaan untuk kepentingan umum; terbuka terhadap nilai-nilai keanekaragaman; masyarakat berhak menyampaikan aspirasi ke Keraton; memilih pejabat secara langsung melalui pemilihan; dan juga membentuk staf khusus penampung aspirasi masyarakat.

Tahun 1944, pada tahun tersebut, ia mencoba untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat luas untuk turut serta dalam proses pemerintahan di semua tingkatan. Sri Sultan Hamengku Buwono IX benar-benar paham akan arti demokratisasi. Belajar mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain merupakan bentuk lain demokrasi yang dihadirkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai seorang raja masih dituntut untuk mempertahankan sistem monarki yang pada saat itu masih hidup di Yogyakarta. Selain itu, demokratisasi yang dilakukan di Yogyakarta tidak lain juga merupakan strategi untuk mempertahankan eksistensi Keraton sebagai bagian dari Republik Indonesia yang ke depan juga akan menganut sistem demokrasi. Berangkat dari hal tersebut, perubahan secara mendasar yang dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai seorang raja adalah memodernisasi sistem pemerintahan dengan cara mengubah bentuk pemerintahan dari monarki absolut yang identik dengan Keraton Yogyakarta menuju ke aristokrasi demokrasi, atau mengarah pada prinsip-prinsip demokrasi.

Dengan wibawa yang dimilikinya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berhasil meyakinkan kepada rakyat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik yang bisa digunakan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Sultan Hamengku Buwono IX adalah sang demokrat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun