: Kabut masih pekat menggelayut, berselimut di langit khatulistiwa dengan riang gembira mengukir nelangsa yang tak ada habisnya di bumi Sumatra, Jambi dan sekitarnya meski pekan baru telah berganti beberapa kali menjadi bulan yang masuki tiga puluh hari kedua, pekat itu masih belum mau pergi juga seolah lupa menghitung hari tamu tak diharap itu menginap terlalu lama.
Belenggu asap masih membau, memburu, mencekik nafas ibu pertiwi di peluk bumi Sumatra dan sekitarnya. Kala asap menyapa, hari berpeluk kabut terpaksa harus diakrabi di sela aktifitas sehari-hari warga yang tinggal jauh dari gemerlapnya ibu kota, sementara pemerintah belum banyak berbuat apa-apa. Bagai tak tersentuh melihat warganya merawat sendiri duka dalam bencana, seolah pasrah menunggu tangan Tuhan bicara. Menyerahkan tanggung jawab negara pada ketibaan sang hujan yang belum juga muncul sederasnya.
Asap, Kau Terlalu!
Lihat mata kecil itu yang tak mampu berkedip jika dipaksa-pun perih yang akan didapat dari terpa kutukan asap pekat. Entah salah apa yang mereka buat, rasanya tidak ada. Mereka hanya korban yang menanggung kesalahan negara yang lalai hingga hutan bisa dibakar seenak perut pengusaha.
Asap, Kau Terlalu!
Lihat tubuh-tubuh kecil itu yang mau tak mau menguatkan diri menghirup asap bersenjata masker seadanya mulai bertumbangan satu-persatu terserang radang paru, ISPA atau sejenisnya. Ceria mereka menguap diganti sesak nafas yang terpaksa harus dirasa bocah-bocah kecil tak berdosa yang bahkan tak mengerti kenapa hutan-hutan itu dibakar untuk siapa dan apa sebabnya?
Negara, Mana Tindakmu?
Apakah melindungi segenap bangsa Indonesia hanya selogan semata, sebatas tujuan negara tanpa realisasi nyata, tak termasuk-kah melindungi mereka yang tinggal jauh dari Ibukota?
Selama ini kulihat para mentri berwacana tangani bencana di siaran-siaran berita kotak ajaib layar kaca. Mereka berkomitmen atasi Si Pekat namun hanya berlomba dalam kata-kata, sesekali mengelontorkan dana yang miliyaran untuk sebuah proyek hujan buatan. Hujan sintetis yang meredakan layaknya obat penghilang rasa sakit sesaat; ketika dosisnya habis, asap pekat kembali mencuat.
Negeri ini begitu mendamba pada hujan yang sesungguhnya, penguasa seolah kehabisan daya hadapi asap yang meraja ongkang-ongkang kaki manja di bumi Sumatra.Â
Ah! Negeri ini sudah puluhan tahun terakhir ulang masalah yang sama namun sepertinya pengalaman sekian lama belum cukup mendidik dan menempa.