Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencerita Sekilas Gaza dalam Catatan Kanal Fiksiana

30 Agustus 2016   07:48 Diperbarui: 30 Agustus 2016   08:05 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi By @Farah_Gazan

Gaza, sebuah daerah berpenduduk 1,9 juta jiwa, di Palestina, berada di bawah kendali ketat pihak keamanan Israel dan Mesir. Hanya orang dengan izin khusus yang bisa keluar masuk wilayah itu.

Gaza, seperti komik-komik Joe Sacco banyak bercerita, wilayah tersebut hingga kini masih menjadi medan perang membara antara Israel dan Palestina.

Gaza, mendengar namanya, hal yang terbersit di pikiran orang kebanyakan adalah duka dan doa. Duka membayangkan perang yang tiada berkesudahan dan doa untuk kedamaian yang semoga segera didapat bagi Gaza dan Palestina.

Tentang Gaza dan Palestina, dalam kanal Fiksiana di Kompasiana duka dan doa dirajut menjadi cerita. Menyoal tanah Gaza dalam kanal khusus fiksi itu, ada pilu yang membias, ada harap yang membumbung semoga kedamaian disegerakan, ada doa-doa yang dirajut dalam bait kata, ada semangat kemanusiaan tentang cinta untuk sesama.

Gaza..
Cerita tentangmu tak habis tersisa.

Mencerita Gaza dalam kanal fiksiana, inilah intisarinya:

1. Duka dan Luka Ada di Gaza

Luka menganga di tanah Gaza dirajut menjadi prosa oleh Selsa, dalam tulisan singkatnya ia mencoba memotret duka warga Gaza akibat perang yang tak kunjung usai.

"Ini tentang Gaza di mana tanah pasir berdebu oleh desing peluru Israel memanas meranggas sebuas tentara memainkan moncong senapan keberutalan di depan mata." Tulis Selsa dalam prosa.

Menarik untuk diikuti, untuk cerita selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

2.[Save Gaza] Kita dan Mereka

Lewat puisinya, Anugrah Os membuka mata pembaca bahwa sesungguhnya kita beruntung tinggal di Indonesia: sebuah negara yang sekarang jauh dari perang, dalam puisi ini, penulisnya membuat bait-bait analogi, antara lain seperti:

Kita mencium harum bunga dan semerbak tanah basah
Mencium wangi masakan dan segarnya aneka buah
Mencium bau kesturi di masjid dan surau tempat ibadah

Mereka tetap berpuasa tetapi tak ada lagi aroma sedap masakan
Di bumi Gaza mereka hanya hanya mencium bau busuk kebencian

Puisi yang menyentuh, benar adanya bahwa perang tak menyisakan apa-apa selain derita. Untuk bait-bait selanjutnya silahkan meluncur ke artikel tersebut.

3. Wanita Palestina

Duka dan tangisan kaum wanita Gaza dan Palestina sangat kentara dilukiskan oleh Beni Guntarnan dalam bait-bait puisinya:

Berpakaian serba hitam, sedih melaut di hatinya, tak terlukiskan
Terdengar lagi sederetan ledakan mortir diselingi serangan roket
Mereka tak bergeming, keberanian mengalahkan rasa takut di hati.

Puisi yang menyentuh, untuk bait-bait selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

4. Langit Gulita Gaza

Dibalik runtuhan terkapar batu batu
Nafas manusia berhembus dalam lidah kelu
Menyelip diantara desing rudal roket peluru
Genggam erat nyawa di ujung tanduk setiap waktu

Bergelora hitam hati mati
Berkuasa mengangkang arogan kaki
Tembakkan mesiu beraroma benci bertubi-tubi

Perang mengeja gelap. Itulah yang ingin disampaikan Rahab Ganendra lewat puisinya ia membingkai perang Gaza seraya dalam kata-kata berharap damai segera tiba. Doa dalam potongan kata yang mengena. Untuk bait-bait selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.
**

Gaza, sepotong palestina yang (masih) membara, situasinya melukiskan duka, juga semangat yang menjadi sekumpulan cerita. Dituliskan oleh mereka warga biasa yang peduli lewat Kompasiana dan kanal Fiksiana, itulah intisarinya.

**
Gaza, tentang apa-apa yang masih mengeja luka, semoga bencana kemanusiaan itu segera menemukan akhirnya.

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun