Mohon tunggu...
Syenny Maria
Syenny Maria Mohon Tunggu... Milenial yang tenang. Mengagumi stoikisme. Hidup di antara jalan plegmatis dan hustle

Cenderung introvert, tapi bukan berarti anti sosial. Tetap menyenangkan berada di suasana keramaian, walaupun setelah itu rasanya lelah sekali. Menulis sebagai bagian dari relaksasi sebagai bagian dari keseharian. Yang lebih bisa berbicara lewat tulisan, ketimbang kata kata. Suka bermusik, khususnya di nyanyi, keyboard, dan gitaran, walaupun tidak jago jago amat. Suka semua yang berhubungan dengan psikologi, seni, filsafat, literasi finansial dan segala apapun yang menuju kepada self development Semoga tulisan tulisan yang kelak ada di blog ini, bisa menjadi kebaikan yang membawa manfaat bagi semua yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Membawa Luka Di Sepanjang Waktu

9 Juli 2025   22:51 Diperbarui: 9 Juli 2025   22:51 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyMDiw_xXB4Q1idrWI1eLOBrN_6bsgXWqjSwk8QAgFRTU8pofmYgUliCAcOmHPDihLrAGiuTQltsbsopa-WmOqskeDPoAXRfnJbhC-7oO91fzhmpec0gTrMSF0OnV5_jLAklrJptE1g5K-/s400/tumblr_ljbcq0H4rR1qas7d8o1_500_large_large.jpgInput Keterangan & Sumber Gambar (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

Membawa Luka Di Sepanjang Waktu

Aku membawa luka ini di sepanjang waktu. Bukan karena tidak ingin memaafkan, hanya agar aku terus mengingat, betapa sakitnya diabaikan. Aku harus terus mengingat rasa sakitnya, supaya kelak aku menjadi kuat. Tidak bersandar kepada sesiapapun, melainkan hanya kepada diriku sendiri.

Aku menguatkan hati setiap hari. Supaya kalau aku jatuh, cepat cepat aku bisa bangkit sendiri lagi, tidak perlu menunggu uluran tangan orang lain. Ketulusan seseorang, apakah memang benar ada? Ataukah hanya sebuah legenda.

Kadang kadang, aku ingin marah pada dunia. Atas kesesakan, kepedihan, kesakitan, pengacuhan, dan kecurangan. Tapi, lantas aku tersadar. Siapa yang menjamin kalau kehidupan memang harus adil?. Yang jahat, semakin beruntung. Yang baik, semakin sulit. Kitalah yang pada akhirnya mengukir jalan hidup masing masing.

Berjalan saja  pelan pelan, berhenti sejenak jika lelah. Tidak ada yang memaksa kita untuk meneruskan langkah jika memang terasa berat. Tanpa beban pun, hidup ini memang sudah sulit.

Tapi, aku tetap mempercayai sampai saat ini. Bahwa cerita tidak melulu berujung kepada kesedihan. Ada upah yang layak untuk setiap orang. Entah kini ataupun nanti. Ada waktu ilahi yang tidak bisa terselami.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun