Mohon tunggu...
Syarifatul Izza
Syarifatul Izza Mohon Tunggu... Perawat - Mahasiswi Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Be in love with your life every minute of it

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Covid-19, Krisis APD, Keselamatan Petugas Kesehatan Dipertaruhkan

26 Mei 2020   20:00 Diperbarui: 26 Mei 2020   19:59 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh: Syarifatul Izza, Mahasiswi Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Baru-baru ini telah booming berita dari berbagai media tentang #indonesiaterserah, keluhan ini di rasakan oleh para tenaga medis yang bekerja sebagai garda terdepan dalam upaya memberantas pandemic Covid-19. Karena banyaknya jumlah pasien terinfeksi Covid-19 yang makin bertambah setiap harinya. Bahkan rekor baru tercatat pada tgl 21 Mei 2020 tercatat pasien terinfeksi Covid19 sebanyak 973 kasus. Untuk saat ini (25/05/2020) tercatat 22.750 kasus terinfeksi, 5.642 di nyatakan sembuh, dan 1.391 meninggal. Hal ini di dukung dengan adanya aksi para warga Indonesia yang mulai tidak memperdulikan PSBB. Di berbagai wilayah mereka pergi berbondong-bondong ke luar untuk berburu persiapan lebaran.

Dengan semakin banyaknya pasien yang terinfeksi Covid-19 setiap harinya, maka itu lah para garda terdepan merasa berat dalam menjalankan tugasnya dan kecewa terhadap aksi warga yang yang mulai mengabaikan PSBB. Menurut data PPNI (18/05/2020) tercatat 20 orang perawat meninggal akibat Covid-19 di seluruh Indonesia, OTG terdapat 116 perawat, ODP 685 perawat, PDP 48 perawat, positif 59 perawat, yang dirawat 68 perawat (PDP dan positif), dan terdapat 12 perawat yang telah dinyatakan sembuh. Hal itu lah yang menambah kekecewaan para tenaga medis. Selain itu alasan mengapa banyak tenaga medis yang berguguran salah satu penyebab utamanya adalah ketersediaan APD yang kurang di berbagai RS, Klinik dan instansi Kesehatan lainnya yang ada di seluruh Indonesia bahkan di dunia. Tidak sedikit tenaga medis yang terinfeksi Covid-19 karena tertular oleh pasien di akibatkan oleh kurangnya APD yang memadai dan sesuai dengan standart WHO.

Menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 164 tertulis bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan di mana hal tersebut wajib diselenggarakan kesehatan kerja setiap tempat kerja. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, dan mudah terjangkit penyakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Pengendalian bahaya bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Perlengkapan pelindung diri atau sering disebut juga alat pelindung diri adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan (Depkes RI-JHPIEGO, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siti Dessy Setyowati (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD terhadap upaya perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Petugas kesehatan sebagai garda terdepan, sebagai pahlawan bangsa yang berjuang melawan Covid-19 dengan setulus hati, mempertaruhkan jiwa raganya dalam merawat pasien yang terinveksi Covid-19, sudah seharusnya di perhatikan untuk tingkat keselamatannya. Karena mereka melakukan tindakan berisiko tinggi terpapar Covid-19. Ketersediaan APD yang memadahi dan berstandar WHO itulah kunci utama untuk melindungi tenaga medis agar tidak terpapar oleh virus Covid-19. Seperti di daerah Lombok timur, tepatnya di puskesmas Aikmel, karena kelangkaan jumlah APD para petugas Kesehatan disana menggunakan APD dengan bahan seadanya, seperti jas hujan, kaca mata las, dan menggunakaan plastik sebagai penutup kepalanya (kompas.com). masih banyak lagi di daerah-daerah lain yang melakukan hal serupa dalam menangani ketidak cukupan APD. Hal ini sangat miris, seolah-olah Kesehatan para petugas kesehatan di pertaruhkan. Hal ini juga menyebabkan para petugas kesehatan di beberapa wilayah di Indonesia seperti di tampilkan dalam berita (detikNews) Tim medis RSUD Nene Mallomo di Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengancam akan mogok melayani pasien Covid-19. Hal itu dikarenakan mereka merasa kekurangan alat pelindung diri (APD).

Pemerintah sudah berusaha menanggulangi masalah tersebut dengan berusaha memproduksi sendiri APD dari beberapa perusahaan lokal yang ada di Indonesia, namun sampai saat ini masih belum tercukupi seiring dengan makin bertambahnya pasien yang terinfeksi Covid-19. Kekurangan APD ini juga tidak hanya menjadi masalah di negara Indonesia, tetapi menjadi masalah di seluruh dunia. Petugas kesehatan AS telah menyuarakan masalah ini di media sosial dengan tagar #GetMePPE. Kampanye ini dilakukan untuk memohon kepada anggota kongres dan wakil presiden agar memberikan APD yang mereka butuhkan. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO meminta negara-negara anggota G20 untuk bekerja sama dalam memproduksi dan menyuplai alat-alat medis seperti hazmat suit, masker, sarung tangan dan lain lain. (kompas.com).

Tidak hanya ketersediannya yang harus memadai, tetapi kelayakan atau standar APD juga harus di perhatikan. APD harus sesuai dengan standar yang telah di tetapkan oleh WHO, yang mana dari alat-alat tersebut seperti Masker Bedah (Medical/Surgical Masker), Masker N95, Pelindung mata (googles), Pelindung wajah (face shield), Sarung tangan pemeriksaan (examination gloves), Sarung tangan bedah (surgival gloves), gaun sekali pakai, Coverall medis, Heavy duty apron, Sepatu boot anti air (waterproof boots), penutup sepatu (shoe cover), semuanya itu harus telah lulus uji Bacteria Filtration Efficiency in vitro (BFE), Particle Filtration Efficiency, Breathing Resistance, Splash Resistance, dan Flammability, dan lulus uji fluid penetration resisten atau blood borne pathogens penetration resistant dan partial body protection. Hal ini seperti yang telah di jelaskan oleh Direktorat Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesai Tahun 2020 tentang standar Alat Perlindungan Diri (APD) dalam Manajemen Penanganan Covid-19.

Ketersediaan APD yang cukup dan sesuai dengan standar WHO adalah menjadi hal yang penting bagi tenaga Kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19. Selain untuk melindungi Kesehatan para tenaga medis dari terpaparnya virus Covid-19, ini juga sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan yang bertugas. Agar para petugas kesehatan tidak merasa takut, khawatir, lebih percaya diri, dan maksimal dalam menjalankan tugasnya dalam merawat pasien-pasien yang terinfeksi Covid-19. Dimana salah satu dimensi penilaian mutu pelayanan salah satunya dalah keamanan (safety), yang artinya pasien dan petugas kesehatan harus di jamin keamanannya selama proses perawatan, salah satunya adalah dengan ketersedian APD yang memadai dan sesuai dengan standar yang telah di tetapkan.

Referensi:

Data Pantauan Covid-19 Jakarta. 

Direktorat Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2020). Standar Alat Perlindungan Diri (APD) Dalam Manajemen Penanganan Covid-19. Jakarta: Farmalkes. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun