Mohon tunggu...
Syarif Ipung
Syarif Ipung Mohon Tunggu... editor

a writing-enthusiast, a happy-father

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Istriku Pejuang (9)

3 September 2025   15:55 Diperbarui: 3 September 2025   15:55 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

MRI yang berliku

Di Cengkareng, rumah orang tua kami, aku berharap penanganan sakitnya bisa lebih optimal karena banyak yang akan mengurus, terutama soal makanan. Maklum ketika masuk bulan ramadhan, aku akui asupan makanannya sangat minim. Ya, bulan puasa baru saja datang dan Istriku memaksa untuk berpuasa, meski harus menjalaninya dengan sahur dan berbuka dengan makanan yang tidak seperti puasa-puasa sebelumnya. Karena aku hanya membeli makanan matang.

Setelah menjalani puasa 4 hari, cobaan berat datang lagi. Istriku tiba-tiba demam. Aku tidak tahu penyebabnya, namun sontak saja tubuhnya lemas. Dua hari berselang dia tidak memiliki nafsu makan dan tidak pernah menyentuh makanan yang aku belikan, meski dia sudah tidak puasa. Kondisinya pun makin merosot. 

Ketakutan menyergapku, karena kondisinya semakin parah. Di hari ketiga sakitnya itu, dia meminta untuk memanggil mama ke rumah kami sekaligus meminta izin agar dirawat di Cengkareng. Aku tentu tidak punya pilihan selain mengiyakannya. Jadilah dalam kondisi lunglai dia dibawa ke Cengkareng.

Sesaat setelah kepergiannya bersama anak-anak ada perasaan yang aneh pada diriku. Separo hatiku seperti luruh. jatuh. Terasa ada yang hilang. Hati ini gelisah hebat, kapal yang membawa perasaanku terombang-ambing di lautan yang tengah dipeluk badai. Dan perlahan air mata pun mengalir memikirkan istri dan anak-anakku. Aku seperti tertampar keadaan. Aku merasa ada yang mengatakan bahwa selama ini aku kurang bersyukur atas kebersamaan kami. atas keberadaan istri dan anak-anak di dekatku.

Aku berpikir, dengan kepergiannya ke Cengkareng, sementara aku masih harus tinggal di rumah kami,  Allah tengah menegurku yang jarang mendoakan kesembuhannya. Doa hanya terlantunkan di bibir dan hatiku beberapa kali saja dalam satu hari, padahal hari-hari itu dia dan aku sangat membutuhkan permohonan itu. 

Setelah itu, doa untuk kesembuhan istriku lebih deras mengalir dari bibirku. bahkan tak jarang bersama doa itu ada linangan air mata. Padahal sebelumnya aku sempat berikrar, untuk selalu beristighfar untuk kesembuhanmu, seperti dulu seorang penjual roti selalu mendaraskan istighfar sambil berdoa agar Allah mempertemukan dia dengan Imam Ahmad  bin Hambal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun