Mohon tunggu...
Syarif Ipung
Syarif Ipung Mohon Tunggu... editor

a writing-enthusiast, a happy-father

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Istriku Pejuang (9)

3 September 2025   15:55 Diperbarui: 3 September 2025   15:55 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bagian Ke sembilan

Kondisi Menurun dan MRI yang Berliku

 

Qadarullah, kegembiraan yang baru saja kami resapi ternyata harus usai dalam waktu singkat. Proses penyembuhan ini tampaknya masih harus kami  jalani lebih lama lagi. Peristiwa pada 2 Maret 2021 adalah yang menjadi pemicunya. 

Sebelum tanggal itu, tepatnya satu pekan sebelumnya, lebih tepat lagi pada Jumat sebelumnya, kami memutuskan untuk mendatangi rumah bu Asih di bilangan Sukabumi, demi mendapatkan terapi rutin. Sebabnya sudah hampir satu bulan terapis kami itu tidak bisa mengunjungi kami, dan hal itu bertemu dengan kondisi kesehatan istriku yang terlihat mulai menurun. Beberapa kali keluhan di bagian belakang tubuhnya muncul lagi. Sedihnya, kemampuannya yang tadinya bisa bangkit dari posisi tidurnya dengan waktu yang tidak terlalu lama, mulai berkurang. Istriku mulai kepayahan saat mencoba untuk bangkit ketika ingin berjemur, ketika ingin makan, dan ketika ingin ke kamar mandi. Untuk itu kami putuskan untuk datang ke rumah bu Asih demi menghindari pemburukan itu berlanjut.

Meski jalan yang harus dilalui oleh kami membuatnya menahan rasa sakit akibat getaran, guncangan selama dalam perjalanan, terutama menjelang sampai ke lokasi yang dituju, hasil dari upaya kami hari itu cukup baik. Sakit yang dirasakan istriku beberapa hari sebelumnya mulai berkurang. Malahan kedua lengannya yang beberapa waktu sebelumnya tidak bisa diangkat, bisa digerakkan sampai menyerupai patung Selamat Datang di depan Hotel Indonesia.

Cobaan untuk kami datang lagi. Kondisi yang sedikit menenangkan hati itu ternyata tidak berlangsung lama. Setelah kunjungan kami ke Sukabumi, bu Asih tidak bisa mengunjungi kami untuk melakukan terapi seperti yang dibutuhkannya. Dan baru pada 2 Maret, sang terapis itu bisa datang ke rumah kami di Depok.

Kami tentu bersyukur dengan kedatangannya itu. Akan tetapi, terapi yang dilakukan waktu itu dirasakan oleh istriku, lebih berat dari biasanya. Aku tidak tahu persis apa saja terapi yang harus dijalaninya hari itu. Yang aku saksikan, setelah sesi hariitu itu selesai, aku melihat keringat membanjiri tubuhnya dan nafasnya pun terengah-engah. Setelah bu Asih pulang, istriku mengatakan kalau dia tidak mau lagi mendapatkan terapi dari bu Asih. Singkatnya, terapi hari itu menyebabkan munculnya kesakitan yang tidak biasa, dan itu membuatnya trauma.

Memang sepanjang terapi, bu Asih dan Pak Lukman sempat bilang kepada aku beberapa waktu sebelumnya bahwa terapi yang dijalankan kepada istri saya selama ini merupakan terapi dengan tingkatan yang intensitasnya rendah. Mungkin hal itu yang membuat proses penyembuhan istriku berjalan lamban. Bahkan, Desember lalu, istriku sempat menolak salah satu tahapan terapi, meski aku sempat membujuknya.

Diskusi terbaru muncul lagi terkait cara yang akan kami jalani untuk proses penyembuhannya. Trauma yang begitu besar saya pahami sebagai ketidakmauannya untuk kembali diterapi oleh bu Asih. Meski cukup sedih aku mengiyakan keinginannya untuk pindah jalan kepada cara medis setelah hampir enam bulan menjalani cara terapi non medis.

Di sisi lain ada gejala baru yang membebani isitriku yang membuat sakitnya bertambah. Saat ini dia merasakan rasa sakit di dada, dan membuat nafasnya tersengal, bahkan terlihat dia kesulitan untuk bernafas. kami pun membawanya ke RS terdekat, dengan sebelumnya ke klinik untuk meminta rujukan. Singkatnya, setelah bertemu dokter di RS Ali Shibroh Malisi, merekomendasikan kami untuk segera melakukan MRI atau CT Scan, demi mengetahui penyakit sebenarnya. Terus terang, kami akui memang kami tidak pernah mengetahui sakitnya secara pasti, setidaknya secara medis. Meski selama ini menurut terapis sebelumnya, sakit yang dialami istri saya adalah saraf kejepit, atau terkait masalah dengan saraf di tulang belakang. Sempat disebutkan angin otot, sempat pula disebutkan ada dislokasi tulang pinggul yang kemudian mengenai lambung dan jantung, stroke angin. Tetapi saya selalu mengatakan kepada orang-orang bahwa sakit istri saya adalah terkait saraf kejepit, untuk menyingkat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun