Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi Merusak Moral Publik

3 April 2021   12:53 Diperbarui: 3 April 2021   12:55 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan ICW yang Menyedihkan

Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) tentang hasil pantauan terhadap penegakan kasus korupsi di tahun 2020 menujukkan beberapa hal pokok. Pertama, korupsi masih marak terjadi di semua lini.

Kedua, mengapa masih banyak terjadi? Ini yang menarik. Ditemukan fakta bahwa dari banyaknya kasus korupsi yang dianggap sebagai kejahatan serius, ternyata nilai putusan rata-rata masih cukup rendah. 

Mengapa masih rendah, ini yang tidak terbaca dengan jelas. Padahal korupsi merupakan kejahatan serius, mengapa terkesan masih ada ruang bagi para koruptor. 

Selain itu, di luar kasus yang diproses hingga persidangan, dalam kehidupan sehari-hari, kita masih melihat praktek suap, politik uang, pungli, dan sebagainya secara kasat mata, jelas dan gamblang tanpa ada tindakan apapun. Bahkan kita sudah sampai pada permakluman, ya sudahlah.

Ketiga, catatan meneriknya adalah sebera untung negara melakukan penegakan korupsi? Angkanya ternyata masih cukup rendah dibanding dengan kerugian yang diakibatkan dari korupsi. 

Besaran uang pengganti yang masih dihitung dari jumlah yang hilang, bukan dari keuntungan yang diperoleh pelaku dan juga dampak sosial yang dahsyat, menjadikan nilai uang pengganti tidak pernah cukup menambal Kembali lubang yang terlanjur melebar. 

Denda yang dibebankan juga masih rata-rata kecil dan para koruptor lebih banyak yang tidak membayarnya dan lebih memilih menjalani pidana kurungan pengganti yang lamanya tidak seberapa. Ini menjadikan biaya dan tenaga besar negara ini untuk menangani korupsi tidak sebanding dengan hasil yang didapat.

Keempat, dampak korupsi yang meluas, tidak sebanding dengan dampak penjeraan bagi pelaku koruptor setelah menjalani pidananya. Misalnya koruspi 100 milyar, dipidana 4 tahun penjara. 

Program dan moral bangsa terkoyak, kepercayaan public kepada pemerintah hancur. Namun, setelah 4 tahun si mantan koruptor Kembali mencalonkan diri dalam kompetisi pemimpin daerah, atau justru mendapatkan kedudukan baru karena kroninya masih banyak yang duduk di pemerintahan. Demi melihat demikian, masa depan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi jelas masih berliku lagi suram.

Korupsi Merusak Moral Publik

Jelas perilaku korup adalah problem sosial. Masyarakat atau public mesti mengambil peran besar untuk turut menyumbangkan solusi. Sanksi hukum yang terbatas karena memang dibatasi prinsip keseimbangan rasional, mesti diimbangi dengan sikap moral yang tegas. 

Jika korup adalah perilaku amoral, maka masyrakat punya legitimasi untuk memberikan sanksi moral. Namun sayangnya, seringkali para pelaku korupsi ini memiliki posisi khusus dalam masyarakat, sehingga ada sikap sungkan dan tidak enak pada masyarakat untuk bersikap tegas.

Dengan demikian, korupsi bukan hanya menjadi problem secara hukum. Korupsi juga menjadi problem sosial, karena ternyata korupsi secara tidak sadar telah menyerang tata nilai moral yang ada dan hidup di dalam masyarakat. Tata nilai sosial timpang karena ada "agresi" ekonomi yang massif. 

Nilai-nilai utama penghasilan halal meski "sedikit" mulai tergerus karena mendapatkan serangan luar biasa dari perilaku "culas" namun menghasilkan banyak rente. 

Ekonomi pelan-pelan telah menjadi ukuran kesuksesan, ukuran kebaikan, bahkan kemuliaan, tanpa melihat lebih jauh dari mana semua itu dihasilkan. 

Dengan demikian, jelas, bahwa korupsi mesti disikapi serius oleh para ahli dan mulai membangun kontruksi jalan perlawan yang komprehensif. Selain penegakan hukum, pencegahan dari hulu, mulai dari membanguan cara pandang hidup manusia yang benar perlu selalu diupayakan.

Energi Besar & Nafas Panjang

Melawan perilaku korupsi adalah tugas peradaban. Fenomena korup di negeri manapun akan selalu ada. Dengan demikian, kita sebagai manusia waras tidak boleh kalah dan menyerah. 

Gerakan anti korupsi menuntut kita memiliki energi besar lagi tahan lama. Nafas perjuangan kita mesti juga panjang. Jika para pelaku dengan resiko besar menghadang tetap berani korupsi. Maka kita tidak boleh menyerah untuk kalah melawan perilaku korup. Kita mesti siap dengan energi besar dan juga nafas panjang untuk perjuangan ini. 

Sikap pesimistis harus dibuang jauh. Mungkin kita tidak bisa langsung mengubah arus deras perilaku korupsi, namun jelas kita harus punya sikap melawan dan tidak ikut hanyut bersamanya.

Syarif-Enha@tegalsari, 03 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun