Di tengah gempuran era digital dan gaya hidup modern, harusnya sekolah menjadi institusi penting untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa yang kokoh dan peduli. Bukan justru ikut-ikutan tren dan fenomena masyarakat. Maka suka tidak suka, sekolah sebaiknya kembali kepada "khittah" sebagai lembaga yang mendidik kepribadian siswa dan membangun kecerdasan intelektual siswa, bukan yang lainnya. Sudah terlalu peristiwa tragis di balik acara perpisahan sekolah di negeri ini. Belum lagi "cerita miring" orang tua yang galau atau was-was saat sekolah menggelar acara perpisahan ke luar kota. Faktanya, acara perpisahan sekolah ke luar kota tidak menjadikan siswa lebih baik.
Lebih baik di-stop acara perpisahan sekolah ke luar kota. Bila tidak, tinjau ulang tata kelolanya lebih baik dan lebih ketak demi keselamatan siswa dan guru. Apalagi hanya hura-hura pergi ke objek wisata. Ubah acara perpisahan sekolah yang lebih edukatif dan membangun kepekaan sosial, seperti menanam pohon, bakti sosial, membantu korban bencana atau aksi bersih lingkungan yang jelas-jelas mendidik karakter siswa. Carilah bentuk acara perpisahan sekolah yang lebih esensi, daripada seremoni semata.
Â
Colby dan Damon (1992) dalam bukunya "Kehidupan Kontemporer dengan Komitmen Moral" menegaskan komitmen terhadap nilai untuk menginspirasi orang lain terkadang semakin berbahaya jika berlangsung secara terus menerus dan konsisten, sehingga menjadi budaya. Kini sekolah-sekolah tampaknya, berlomba-lomba untuk tampil lebih hebat dan lebih baik daripada sekolah lainnya, dengan menjadikan perpisahan dan study tour sebagai ajang kemewahan dan eksistensi diri. Begitulah realitas yang terjadi di acara perpisahan sekolah-sekolah saat ini.
Maka, stop acara perpisahan sekolah, Jangan ada lagi masyarakat "dikejutkan" dengan kejadian seperti kecelakaan bus acara perpisahan SM Lingga Kencana Depok. Untuk apa acara perpisahan justru menjadi ajang untuk berpisah selama-lamanya, antara anak dan orang tuanya? Salam literasi #TBMLenteraPustaka #KopiLentera #TamanBacaan