Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kopi "Ndeso" Menjadi Sang Pemersatu

6 Oktober 2019   21:46 Diperbarui: 8 Oktober 2019   11:21 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Rakyat di Gambut Baharat, Kopi Hitam, Kopi Susu, dan Wadai Banua Khas Banjar (foto : SH)

Alat penerang ini rasa istimewa, menggunakan minyak tanah. Cahayanya pun lumayan kuat dan mampu menembus sampai area sekitar 50 meter disekelilingnya. 

Walau relasi antar warga relative damai. Masalah yang kerap muncul adalah pencurian. Mereka tak hanya mencuri tanaman, atau barang lainnya, tetapi juga masuk rumah di malam hari. Anehnya, maling-maling pencuri ini muncul secara musiman. Antara lain kadang saat habis musim tanam, atau menjelang panen. Tetapi saat musim paceklik pencurian sangat merajalela. 

Mengatasi kasus ini, diadakanlah ronda malam secara bergiliran. Muda dan tua turun sama-sama. Hanya ibu-ibu yang tak ikut. Sekali waktu teman-teman pernah menyergap maling itu, dan dipukul beramai-ramai. 

Baru setelah pingsan, tapi masih hidup, siangnya diantar ke kantor polisi. Itupun jaraknya pun lumayan jauh, karena adanya di dekat kantor kecamatan, hampir 10 kilometer.

Diproduksi Manual

Baik sedang silaturahim, maupun sedang tugas ronda malam, siapapun orangnya, kaya atau susah, pedagang atau petani, tua atau muda, mereka yang suka guyon atau yang pendiam, laki-laki atau perempuan, semuanya suka minum kopi. 

Kopi disajikanpada tempat yang sederhana, yakni cerek atau cirat (bahasa Banjar). Ada pula yang menyebut iskan. Tempat ini kadang warnanya sudah kehitaman, karena keseringan dipakai buat merebus air. Gelas yang dipakai pun kadang terbuat dari seng, yang jenisnya sama dengan iskan tempat kopi. 

Aroma kopi sangat luar biasa. Kopi produksi penduduk dengan cara memanen sendiri, menjemur sendiri, dan menghaluskan sendiri itu kadang dilakukan saat ibu-ibu itu lagi kongkow-kongkow didepan rumahnya. 

Alat yang digunakan mereka pun cukup spesial, berupa besi berbentuk bejana kecil. Kopi-kopi yang sudah kering kemudian dimasukan ke dalamnya, kemudian ditutuk secara manual, menggunakan alu besi sepesial, hingga halus. 

Jika sudah halus, kopinya disaring menggunakan ayakan, semacam penyaring, sampai  semua kopi sudah sangat halus, siap untuk diminum.

Kopi kemudian ditimbang, dibuat dalam lembaran kertas yang sudah dibuat seperti gulungan. Timbangan kopi biasanya antara satu kilogram, atau separonya (setengah kilo). Kopi kemudian dipajang di halaman rumah untuk dijual, atau dibawa ke pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun