Mohon tunggu...
Eka Dharmayudha
Eka Dharmayudha Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pasca Sarjana Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI

Menyukai politik, sepakbola, dan menulis puisi. Kenal lebih dekat melalui instagram saya @ekadharmayudha

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kueisme, Sebuah Ideologi Pemersatu

19 Maret 2024   21:05 Diperbarui: 22 Maret 2024   05:03 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kue memang enak. Ia adalah objek yang bisa memeriahkan momen-momen spesial; ulang tahun, perpisahan kantor, hingga hanya nongkrong-nongkrong biasa. Kehadirannya memberikan kesenangan tersendiri. Selain hadir pada momen-momen spesial, kue kini menjadi santapan nikmat kehidupan politik. Pemilu menjadi salah satu ajang untuk menikmati kue tersebut. 

Dari penguasa, (yang katanya) oposisi, hingga rakyat biasa berlomba-lomba berburu kue. Untuk mendapatkan kue, beberapa persyaratan harus dipenuhi; mulai dari kemampuan menipu, merampok, hingga berdarah dingin, merupakan keahlian penting dalam mendapatkan kue.

Kita berulang-ulang menyebut pemilu sebagai sebuah pesta, pesta demokrasi. Maka dari itu, kue adalah bagian penting dalam pesta ini. Lalu bagaimana kue-kue ini bisa terdistribusi dengan merata?

Demokrasi merupakan pabrik besar tempat kue diproduksi dan dihidangkan. Kue adalah mata uang demokrasi. Kekuasaan harus mampu memberikan kue yang nikmat agar semua pihak bisa kenyang.

Tapi sering kali rakyat ketinggalan dalam pembagian kue, entah karena lupa mengambil jatah atau tidak ada keahlian untuk mendapatkan dan merebut kue.

Akibatnya, menteri keuangan kini menjelma banyak wujud layaknya mitos-mitos rakyat di masa lalu. Ada yang disebut gubernur, wali kota, dan anggota dewan. 

Kadang-kadang kepala dinas juga disebut menteri keuangan meski masih dalam perdebatan panjang. Cara mengambil jatahnya pun bervariasi. Paling mudah biasanya dengan unjuk kekuatan massa dalam wujud demo-demo palsu atas nama rakyat.

Tujuannya tak lain agar proposal-proposal yang tertahan di meja sang pemegang jawatan segera dibaca dan dilancarkan pencairannya. Ada juga dengan membentuk komunitas dan organisasi untuk melakukan manuver tajam di pemilu. Cara terakhir biasanya dengan menunggu pesta lima tahunan. Biasanya, pembagian kue di sini bisa setara satu periode kekuasaan bila diakumulasikan seluruhnya.

Tapi politisi tak kehabisan akal. Mereka telah habis-habisan untuk bisa membagikan kue kepada rakyat. Mereka punya tujuan untuk memastikan kue mereka dari pabrik yang lebih besar sudah disediakan. Proyek-proyek bernilai ratusan juta hingga ratusan miliar rupiah sudah masuk catatan sang sekretaris pribadi untuk diamankan. Lobi-lobi posisi juga dilakukan. Sehingga walaupun belum mencicipi kue yang sudah dibagikan pada rakyat, kue mereka akan banyak setelahnya. 

Bagian terpenting dari kue untuk politisi adalah rasanya. Rasanya bikin cepat haus dan pemesanan kue dilakukan secara terus menerus. Roda ekonomi pun berputar dengan baik karena permintaan pasar sangat tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun