Mohon tunggu...
Syamsul Rijal
Syamsul Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Bahasa dan Sastra Universitas Mulawarman

romantis dalam perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Fungsi Sepeda Motor dengan Teori Sastra

13 Maret 2023   12:23 Diperbarui: 13 Maret 2023   12:21 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia sedang dihebohkan dengan berita viral pegawai pajak yang kehidupannya bergaya hedon. Salah satu hal yang menunjukkan itu adalah adanya klub sepeda motor gede atau moge di kalangan pegawai pajak. Aksi-aksinya tenyata sudah lama dan hampir tidak terliput oleh media. Yang menarik dari klub moge ini adalah tentu anggotanya pasti berkantong tebal alias kaya. Bukan main, harga sepeda motor gede seperti merk Harley Davidson mencapai ratusan juta, bahlan miliyaran rupiah.

Untuk apa orang-orang ini membeli sepeda motor yang harganya sama dengan mobil atau bahkan lebih mahal dari mobil(?). Pertanyaan ini memaksa saya membuka dan memahami kembali fungsi sepeda motor. Untuk sebagian besar orang, sepeda motor berfungsi sebagai alat transportasi. Bagaimana pun modelnya dan mahalnya, sepeda motor tetap sebagai alat transportasi roda dua yang jika hujan tetap kehujanan dan jika panas tetap kepanasan.

Namun sebagian orang, yang memiliki uang berlebihan, sepeda motor bukan hanya sekadar alat transportasi. Mereka memandangnya dengan berbagai fungsi tambahan, seperti hiburan, seni, dan keindahan. Ketiga kata ini mengingatkanku tentang lima fungsi karya sastra, yakni fungsi rekreatif, fungsi didaktif, fungsi estetis, fungsi moralitas, dan fungsi religius. Tampaknya, kelima fungsi sastra ini juga terdapat pada sepeda motor hingga orang rela membeli dan mengendarai sepeda motor melebihi fungsinya sebagai alat transportasi. Mungkin kelihatannya sedikit memaksakan jika membedah sepeda motor dengan teori sastra. Tetapi, mari kita lihat kesamaan itu.

Karya sastra seperti puisi, cerpen, dan novel merupakan produk budaya. Sementara, sepeda motor adalah produk teknologi. Nah, teknologi menurut Koentjaraningrat adalah salah satu unsur kebudayaan. Jadi, sepeda motor juga merupakan produk budaya. Sebagai produk budaya, karya sastra dan sepeda motor akan bertemu pada satu titik humanisme, yaitu seni. Pada pertemuan inilah memberi peluang sepeda motor dan karya sastra dapat dilihat dari fungsi sastra.

Pertama, sepeda motor berfungsi rekreatif. Sebagai fungsi rekreatif, sepeda motor dapat menjadi hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pemiliknya. Banyak komunitas sepeda motor yang melakukan perjalanan jauh untuk menikmati suasana dan proses perjalanannya bersama sepeda motornya. Padahal, kalau dilihat dari jarak yang ditempuh, akan lebih efektif dan aman jika ditempuh dengan kendaraan roda empat. Namun, hal itu tidak berlaku bagi komunitas pencinta motor. Seolah-olah ada kenikmatan khusus yang bisa dirasakan jika dilakukan dengan sepeda motor.

Kedua, sepeda motor dapat berfungsi didaktif. Sebagai fungsi didaktif, sepeda motor memberikan pendidikan dan pejalaran bagi setiap pemiliknya. Secara internal, kita dapat memetik banyak pelajaran dalam rangkaian besi dan mesin pada sepeda motor. Kita dapat belajar tentang keseimbangan yang hanya dapat dicapai jika terus bergerak (mirip yang dikatakan Albert Enstein). Kita dapat belajar tentang kerja sama antara bensin dan mesin untuk mendapatkan energi dan gaya maksimal (mirip pepatah). Kita dapat belajar tentang arti penting suatu dokumen, karena sebuah sepeda motor hanya bermakna seonggok besi jika tidak memiliki STNK dan BPKB.

Ketiga, sepeda motor berfungsi estetis. Berapa banyak orang membeli sepeda motor dengan mempertimbangkan model dan warna sepeda motor yang dipilihnya. Artinya, sepeda motor memberikan keindahan tersendiri bagi pemiliknya. Perpaduan model dan warna pada sepeda motor dapat menjadi kenikmatan khusus bagi pencinta motor. Bahkan, sangat sering dijumpai sepeda motor yang telah ditambah dengan variasi tertentu untuk mendapatkan seni estetis. Beberapa orang pernah saya temui memiliki lebih dua atau tiga sepeda motor. Sepeda motor kedua dan ketiga tidak berfungsi sebagai alat transportasi, melainkan untuk pajangan di teras rumahnya sebagai pelengkap keindahan bagi dia dan orang yang lewat.

Keempat, sepeda motor dapat berfungsi sebagai moralitas. Loh, bagaimana ceritanya sepeda motor bisa berfungsi sebagai moralitas? Kira-kira begini, sebagai alat trasnportasi, sepeda motor dapat mengantarkan kita ke mana-mana, bergantung tempat yang mau dituju. Saat berkendara itulah kita harus tahu berbagai perilaku baik dan buruk. 

Tentu yang buruk dan salah harus dihindari. Memasuki lorong-lorong kecil yang padat penduduk tentu tidak baik kalau menggunakan knalpot racing karena suaranya mengganggu warga yang dilewati. Membunyikan klakson terlalu keras di sekitar tempat hajatan, seperti pengajian, tahlilan, atau takziah, tentu tidak sopan. Menyalakan lampu jarak jauh saat berpapasan dengan pengendara lain pasti tidak dianjurkan karena sangat berbahaya bagi pengendara yang ada di depan. Atau, ibu-ibu yang menyalakan lampu sein kiri lalu belok kanan sama sekali tidak boleh ditiru. Semua itu adalah bagian dari moralitas bersepeda motor.

Kelima, sepeda motor juga dapat berfungsi secara religius. Kita harus mengakui bahwa sepeda motor dengan berbagai tipe merupakan produk teknologi terbaik yang pernah diciptakan manusia. Menerimanya sebagai anugerah Tuhan dapat meningkatkan keimanan kita. 

Kembali kepada sepeda motor sebagai alat transportasi, sehingga mengantarkan pengendaranya ke berbagai tempat, termasuk ke tempat ibadah. Memiliki sepeda motor dapat memperlancar salat berjamaah seseorang di masjid. Apalagi jika saat dalam perjalanan diiringi dengan zikir, tentu pahalanya semakin banyak. Dan yang paling abdal adalah jika dikatakan bahwa bekerja menafkahi keluarga adalah bagian dari ibadah, maka begitu banyaknya tukang ojek yang beribadah dengan sepeda motornya.

Oleh karena itu, jangan main-main dengan sepeda motor. Begitu banyak nikmat yang tidak boleh didustakan dengan memiliki sepeda motor. Bayangkan jika kelima fungsi sastra itu melekat pada diri kita sebagai pemilik sepeda motor. Mungkin kita orang yang paling bahagia. Hanya saja, sepertinya pegawai pajak yang memiliki klub sepeda motor gede tidak menyeimbangkan kelima fungsi karya sastra di atas. Jadi, mereka terpaksa harus kehilangan fungsi-fungsi yang lain dengan dibubarkannya klub mogenya oleh Menteri Keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun