Mohon tunggu...
Syaira Najlalivia
Syaira Najlalivia Mohon Tunggu... Mahasiswa UPI Bandung

Aku menulis untuk mendengar suara-suara yang tak terdengar. Seorang Mahasiswa yang gemar menuangkan rasa dan logika lewat opini, puisi, dan cerita pendek. Menemukan makna di antara sunyi, dan pertanyaan di balik kemajuan zaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Bayang Bima

18 Mei 2025   10:03 Diperbarui: 18 Mei 2025   10:03 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kampus Universitas Majapahit Jakarta, awal semester baru. Riuh mahasiswa baru dan aroma ambisi masih memenuhi udara. Di tengah hiruk-pikuk itu, Bima Aryasatya, Ketua BEM Universitas, dikenal sebagai sosok yang tenang, teguh, dan visioner. Ia bukan sekadar pemimpin, tapi poros di mana banyak hati dan pikiran bertumpu.

Namun, di balik ketegasan langkah dan keteduhan sorot matanya, tersimpan kegelisahan yang tak mudah ia uraikan.

Tiara Syailendra, partner kerja, rekan satu fakultas, sekaligus seseorang yang pelan-pelan menembus pertahanan batinnya. Tiara dengan semangatnya, celetukan lugas, dan sorot mata yang hidup, mengisi ruang-ruang kosong dalam hari-hari Bima.

Suatu malam sepulang dari diskusi panjang di fakultas, mereka duduk berdua di tangga gedung tua kampus.

Tiara: "Kamu sadar nggak sih, kamu tuh kadang kayak menara? Kokoh, penting, tapi susah didekati."

Bima: (tersenyum kecil) "Mungkin aku sedang menunggu orang yang tahu cara naiknya."

Tiara: "Lalu kalau aku naik... kamu biarin? Atau kamu dorong jatuh?"

Bima terdiam. Tapi detak jantungnya menjawab semuanya.

Sementara itu, Dira, yang kini mengajar di kampus swasta di Kota Bandung, mulai  sering diundang sebagai pemateri di seminar-seminar yang diadakan oleh Kampus Universitas Majapahit Jakarta, Dira kembali hadir dalam orbit hidup Bima. Mereka bertemu dalam seminar kolaborasi antar kampus. Dira masih hangat, dewasa, dan penuh perhatian. Dalam percakapan di sela acara:

Dira: "Kamu terlihat lebih dewasa dari waktu itu. Tapi masih menyimpan sesuatu yang belum selesai."

Bima: "Ibu selalu tahu cara melihat yang tak terlihat."

Di titik ini, Bima mulai menyadari dilema yang merayap dalam hatinya. Tiara membuatnya hidup. Dira membuatnya tenang. Tiara adalah percikan. Dira adalah pelabuhan.

Sementara itu, dua sosok masa lalu kembali mengusik: Arka Pradipta dan Reza Ilham. Mantan idola dan manipulator kampus itu perlahan kehilangan pengaruhnya. Lebih menyakitkan lagi, mantan-mantan mereka kini sering berada di lingkaran Bima.

Saskia, mantan Arka, kini secara terbuka menunjukkan ketertarikannya pada Bima. Sedangkan Kirana, mantan Reza yang kini aktif di lembaga sosial mahasiswa, mulai banyak berdiskusi dengan Bima soal program-program advokasi.

Suatu hari, Arka melabrak Bima di parkiran kampus.

Arka: "Lo pikir semua ini kebetulan? Sekarang Saskia deket sama lo? Lo mau nyikat semua yang pernah ada di hidup gue?"

Bima: (tenang) "Gue nggak pernah rebut siapa pun. Kalau mereka datang ke gue, mungkin karena lo nggak cukup buat mereka tinggal."

Tamparan itu bukan di wajah, tapi di harga diri Arka.

Sementara Reza memancing isu lewat akun anonim yang menyebarkan gosip soal kedekatan Bima dengan banyak perempuan. Fitnah itu berkembang menjadi isu etika, menyeret nama Bima dan mempertanyakan integritasnya sebagai Ketua BEM. Tekanan dari berbagai pihak membuat posisi Bima terguncang.

Mahasiswa: "Dia nggak layak jadi Ketua BEM kalau hidup pribadinya kayak gitu."

Dosen pembina: "Bima, kamu harus bisa membuktikan dirimu. Ini bukan sekadar reputasi pribadi, ini soal kepercayaan publik."

Bima mulai goyah. Frustrasi menggerogoti ketenangannya. Untuk pertama kalinya, ia merasa ingin menyerah.

Namun di tengah gelombang tekanan, Tiara menjadi garda depan. Ia mengumpulkan data, membentuk tim komunikasi, dan menggiring opini publik kembali ke arah positif. Energinya yang tak kenal lelah menular.

Tiara: "Bima, kamu dibentuk dari kepercayaan. Kalau kamu jatuh karena fitnah, kamu tinggal diangkat sama orang-orang yang tahu siapa kamu sebenarnya. Termasuk aku."

Di sisi lain, Dira menjadi jangkar di tengah badai. Ia menjadi telinga yang setia mendengar, pelabuhan yang memberi ketenangan.

Dira: "Mereka boleh meragukanmu. Tapi kamu harus ingat siapa kamu saat semua orang melupakanmu. Aku percaya kamu, bahkan ketika kamu nggak percaya diri sendiri."

Dengan ketenangan dan kedewasaan, Bima menghadapi forum klarifikasi. Ia menjawab tuduhan dengan data, menjelaskan dengan hati. Di akhir forum, dukungan mengalir deras. Statusnya sebagai Ketua BEM dipertahankan. Bahkan ia mendapat simpati lebih besar.

Namun badai itu menyisakan luka. Bima kini lebih diam. Lebih berhati-hati.

Di balik sorot matanya yang teduh, hatinya semakin gelisah. Tiara atau Dira?

Tiara: "Kamu tahu, Bim... aku bukan cewek yang suka nunggu. Tapi untuk kamu, aku... belajar nunggu."

Dira: "Kamu nggak harus pilih yang paling membuatmu bahagia. Tapi pilihlah yang membuatmu tetap jadi dirimu yang utuh."

Dan di satu malam yang tenang, Bima berdiri sendiri di balkon asrama kampus. Menatap langit Jakarta yang temaram.

Ia mencintai dua perempuan dalam cara yang berbeda.

Ia dikhianati, dijatuhkan, lalu bangkit kembali.

Dan malam itu, ia tahu...

Hidup tak pernah mudah.

Tapi selama ia punya cinta, dan orang-orang yang percaya padanya, ia akan baik-baik saja.

Meski, untuk soal hati, ia belum benar-benar tahu ke mana akan berlabuh

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun