Apakah bisa seorang istri meminta suaminya memakai kondom ketika melakukan hubungan suami-istri dalam nikah jika suaminya mempunyai perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Nonsens (omong kosong)! Bisa jadi akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Di Lebak, Banten, ketika suami diberitahu istrinya yang melahirkan mengidap HIV/AIDS langsung kabur meninggalkan istri dan anak-anaknya.
Baca juga: HIV/AIDS di Lebak, Banten, Banyak Terdeteksi pada Keluarga (Kompasiana, 17/2/2012)
Disebutkan dalam berita: Sehingga tidak ada kegiatan penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS seperti sosialisasi, edukasi, survei, atau pendampingan ODHA.
Selama ini sosialisasi dan edukasi tentang HIV/AIDS melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) hanya sebatas mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS karena informasi dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis HIV/AIDS sebaliknya menyuburkan mitos.
Disebutkan lagi: "ARV hanya hanya sebatas menekan atau menginkubasi virus agar tidak menjalar menggerogoti organ tubuh lainnya ....
HIV tidak menjalar dan menggerogoti organ tubuh. Yang benar dalah HIV menggandakan diri di sel darah putih, virus yang baru mencari sel darah putih lagi untuk menggandakan diri. Begitu seterusnya sehingga banyak sel darah putih yang rusak yang membuat sistem kekebalan tubuh turun sehingga mudah diserang penyakit baik bakteri, kuman atau virus.
Kalau saja ALTRAS ringan tangan, maka ajaklah laki-laki yang mempunyai istri untuk jalani tes HIV jika pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom di wilayah Jabar, di luar Jabar atau di luar negeri, karena bisa saja salah satu dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung (kasat mata) dan PSK tidak langsung yaitu cewek prostitusi online (Daring), dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom di wilayah Jabar, di luar Jabar atau di luar negeri, karena bisa saja salah satu dari PSK dan cewek tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (anal) dengan Waria di wilayah Jabar, di luar Jabar atau di luar negeri. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga Waria (ditempong), sedangkan Waria jadi 'laki-laki' (menempong), bisa saja Waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.