Mohon tunggu...
syaiful HALIM
syaiful HALIM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sekadar pendongeng di berbagai pojokan sekolah, penjelajah setiap sudut kota dengan kekumuhannya, perekam setiap detil kehidupan dengan keindahannya, penikmat alam semesta dan rumput-rumput di atasnya, serta pecinta film dan musik-musik yang asyik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Demokrasi Wayang Suket

26 Maret 2013   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:12 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ki Slamet Gundono melemparkan semua wayang-wayang suket itu ke dalam kotak. Persis seperti Izroil mencabuti nyawa manusia-manusia. Ah, Ki Dalang sudah lupa daratan! Lupa mengontrol emosinya. Bahkan, tiba-tiba ia mengaku sebagai tuhan. Dia lupa, padahal ada tuhan lain yang tengah mengaturnya. Buktiknya, pakem yang sudah disusunnya rapih bisa saya rombak sekehendak hati—dengan kapasitas sebagai sutradara film dokumenter, tentunya.

Mohon maaf, bila tiba-tiba, sekarang saya pun jadi begitu perkasa hingga juga menjadi pengatur cerita, sekaligus menentukan premis, drama, dan klimaks. Padahal, maunya saya, ya sekadar merekam saja apa yang terjadi di panggung. Lalu, menjelaskan gambar-gambar yang didapat. Ya, seperti konsep membuat news feature. Tapi, ini kan film dokumenter! Ya, harus beda.

Karena itu, di luar informasi, estetika, dan drama, maka pesan moral laksana ustadz  pun sah-sah saja disisipkan dalam film dokumenter ini. Toh, saya pemilik konsep penceritaan. Tujuan utamanya, saya pun bisa menjejalkan “jeritan batin” yang sering dijadikan doa. Isinya sederhana saja: semoga Tukul Arawana istiqomah menjadi host acara Bukan Empat Mata, Iwan Fals konsisten dengan lagu-lagu kritik sosialnya, Oneng juga tetap setia dengan Bang Bajuri-nya, Andrea Hirata terus saja menulis novel-novel inspiratif, dan saya pun tetap saja berdoa untuk mereka.

Maksudnya, agar mereka tak pernah terpikir, apalagi latah, untuk tiba-tiba menjadi calon-calon pemimpin di negara tercinta ini, dalam porsi presiden, gubernur, bupati, walikota, camat, termasuk Ketua RT. Karena, Gusti Allah memang telah menyediakan space sendiri untuk para pemimpin yang dilahirkan sebagai pemimpin.[]

* Tulisan ini didedikasikan kepada sahabat saya, Ki Slamet Gundono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun