Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Ancaman AI pada Kain Tenun Tradisonal Nusantara.

20 September 2025   20:36 Diperbarui: 20 September 2025   20:36 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu siang di Sikka, Nusa Tenggara Timur, saya duduk bersila bersama Ibu Maria, seorang penenun berusia 62 tahun. Tangannya bergerak lambat namun pasti, menyusun benang demi benang menjadi motif warisan leluhurnya---"kaif" yang konon berasal dari abad ke-18. Ia tersenyum sambil berkata, "Setiap simpul ini punya cerita, Pak. Ini bukan hanya kain. Ini hidup kami."

Dua bulan kemudian, saya melihat motif yang sangat mirip terpampang di sebuah platform desain internasional. Tapi bukan hasil kerja Ibu Maria---melainkan produk AI generatif yang memindai ribuan gambar tenun di internet dan menciptakan desain etnik "baru" dalam hitungan detik.

Apa yang sedang terjadi? Apakah ini kemajuan? Atau justru perampasan dalam balutan teknologi?

Fenomena yang Bergerak Terlalu Cepat

Kita sedang hidup dalam era di mana Artificial Intelligence (AI) bukan sekadar alat bantu, tapi sudah menjadi "pencipta alternatif". Dalam industri kreatif, AI kini merambah ke ranah yang dulu dianggap eksklusif bagi manusia: seni, desain, bahkan budaya. Dari New York hingga Yogyakarta, dari batik hingga lagu pop---semua bisa "diproduksi ulang" oleh algoritma.

Dalam konteks tenun tradisional Nusantara, ini adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, teknologi ini bisa mempercepat inovasi desain, memperluas pasar, dan menghemat biaya produksi. Tapi di sisi lain, ada kisah manusia yang tersingkir---perlahan, senyap, dan tak disadari.

Bukan Sekadar Produk: Tenun Adalah Identitas

Sebagai ekonom industri, saya belajar menganalisis grafik dan tren. Tapi sebagai manusia, saya tak bisa mengabaikan dimensi yang tak kasat mata. Tenun bukan komoditas biasa. Ia adalah narasi tentang tanah, leluhur, air, dan waktu.

Setiap helai tenun adalah hasil kerja kolektif: dari pemintal benang, pencari pewarna alami, hingga para penenun yang tak pernah sekolah desain tapi mewarisi estetika dari ibunya, neneknya, dan nenek dari neneknya. Lalu, datanglah AI dengan kemampuannya memindai, meniru, dan menciptakan "motif baru" dari apa yang telah ada. Tanpa izin. Tanpa rasa. Tanpa sejarah.

Teori Disrupsi dan Kenyataan di Lapangan

Dalam teori ekonomi industri, ini disebut sebagai creative destruction---ketika teknologi baru menggantikan cara lama dan menciptakan pasar baru. Joseph Schumpeter menyebutnya sebagai proses alami dalam kapitalisme. Tapi, apa yang terjadi ketika "kreativitas" itu lahir dari algoritma, dan "kehancuran" itu menimpa perempuan-perempuan tua di desa yang hidupnya bergantung pada tenun?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun