Industri Kreatif Lokal Butuh Ekosistem, Bukan Sekadar Modal
Belajar dari Songket Pandai Sikek
Suatu siang di Pandai Sikek, Sumatera Barat, saya berbincang dengan seorang penenun tua. Di antara derik alat tenun kayu yang terus bekerja, ia berkata pelan, "Banyak yang datang bawa uang, tapi kami tetap begini-begini saja."
Ucapan itu menohok. Dalam pikiran banyak orang, kunci memajukan industri kreatif lokal adalah dengan memberi bantuan dana. Tapi realitas di lapangan sering tak seindah proposal. Modal memang penting, tapi bukan segalanya.
Lebih dari Sekadar Kain
Songket Pandai Sikek bukan sekadar hasil kerajinan. Ia adalah simbol kebudayaan Minangkabau, buah keterampilan lintas generasi yang diwariskan dari ibu ke anak. Namun, kemuliaan itu tak serta-merta menjamin masa depannya. Banyak penenun mulai kehilangan harapan. Permintaan naik turun. Anak muda enggan meneruskan. Dan ketika bantuan datang, hasilnya sering tak berumur panjang.
Ketika Uang Tak Cukup
Bukan berarti bantuan dana tidak ada. Pemerintah, swasta, bahkan tokoh nasional pernah memberi perhatian---mulai dari pelatihan singkat hingga pembelian besar-besaran. Tapi masalahnya, setelah itu, semuanya kembali sepi. Tidak ada sistem yang menopang pertumbuhan secara berkelanjutan.
Mengapa? Karena industri kreatif lokal seperti songket tidak hanya butuh modal, tapi butuh ekosistem.
Ekosistem: Napas Panjang Industri Kreatif
Dalam kajian ekonomi industri, khususnya dalam teori ekosistem inovasi, modal hanyalah salah satu elemen. Yang jauh lebih menentukan adalah bagaimana para pelaku---perajin, desainer, pemasar, mentor, hingga pembeli---terhubung dalam sistem yang saling menguatkan.